Purwakarta - Pernahkah Anda membayangkan, di tengah pesatnya pembangunan gedung-gedung modern, ada sebuah bangunan tua yang tetap berdiri kokoh menantang waktu dan arus modernisasi? Gedung Karesidenan adalah salah satunya.
Gedung ini tidak hanya menjadi saksi sejarah yang tak ternilai, tetapi juga simbol identitas dan kebanggaan daerah yang tetap kokoh meski zaman terus berubah. (Kamis, 5 Desember 2024).
Gedung Karesidenan yang dulu menjadi pusat administrasi kolonial, kini berdiri berdampingan dengan kemajuan kota modern. Pilar-pilarnya yang tetap kokoh dengan perpaduan gaya arsitektur Eropa-Cina dan Indische Empire Stijl.
Atap bangunan bergaya Cina dengan ciri datar di bagian tengah dan motif lengkung di ujung sisi kiri dan kanan. Di bagian depan terdapat porch dengan detail variasi pengaruh arsitektur Cina.
Ornamen-ornamen yang berupa stiliran pada pagar langkan dan tiang-tiang yang terbuat dari material kayu dan hiasan atap yang berupa hiasan pilin berganda menjadi kontras mencolok di tengah hiruk-pikuk pembangunan.
Meski zaman telah berubah, gedung ini seolah berbicara kepada kita, mengingatkan bahwa ada warisan sejarah yang tidak boleh dilupakan.
Menurut Bah Ntan, selaku Arsiparis Karesidenan, Gedung Karesidenan merupakan salah satu peninggalan penting dari masa kolonial Belanda yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Gedung ini dibangun seiring dengan pembangunan jalan kereta api antara Batavia-Padalarang yang melewati Purwakarta pada abad ke 20. Jalur tersebut selesai dibangun sampai ke Padalarang pada tahun 1906. Dari sejarah tersebut diperkirakan Gedung Karesidenan di Purwakarta mulai dibangun sekitar tahun 1902.
Pada awalnya Gedung ini didirikan untuk kepentingan pemerintahan kolonial Belanda. Bah Ntan melanjutkan, “Menurut Arsip, karesidenan dibangun untuk kepentingan Belanda.” Gedung ini menjadi pusat kekuasaan Belanda, di mana berbagai keputusan strategis terkait wilayah disusun. "Pada masa itu, residen sebagai pejabat utama menggunakan gedung ini untuk menjalankan tugas-tugas administrasi pemerintahan". Pungkasnya.
Lalu, pada zaman pendudukan Jepang, gedung ini menjadi Honbu Kenpetai (Markas Polisi) Jepang, bagian dari pasukan Datasemen Syoji. Saat itu, kondisi di Purwakarta mengalami perubahan baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang sosial ekonomi.
Setelah kemerdekaan Indonesia, karesidenan di alihkan ke daerah tingkat II Jawa Barat dan menjadi kepentingan gubernur Jawa Barat dengan wilayah kerja Purwakarta, Subang, Karawang dan Bekasi (Purwasukasi).
Masa peralihan ini diaktifkan pada tahun 1972 sampai tahun 2019 yang menjadi perpanjangan tugas gubernur guna untuk mengelola pemerintahan dan pengawasan pembangunan.
Sebuah gedung dengan ornamen klasik yang telah menyaksikan perubahan besar selama satu abad lamanya. Dari rapat-rapat pemerintahan kolonial hingga diskusi penting pemerintah daerah, dinding-dinding gedung ini menyimpan cerita yang tidak terucapkan, menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah bangsa.
Gedung Karesidenan bukan sekadar bangunan, tetapi cerminan perubahan zaman dan evolusi kehidupan masyarakat.
Gedung Karesidenan lebih dari sekadar struktur bangunan tua. Ia adalah simbol identitas, saksi bisu dari perjuangan dan transformasi bangsa. Dari masa kolonial hingga menjadi pusat pemerintahan daerah, Gedung ini mengemban peran penting yang tak tergantikan.
Menjaga dan merawatnya berarti menjaga akar sejarah dan kebanggaan daerah, memastikan generasi mendatang tetap mengenal dan menghormati warisan nenek moyang mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H