Mohon tunggu...
Dewi Sekarsari
Dewi Sekarsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

I'm writing for my portfolio & my voice. I hope you enjoy! :)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Kesenjangan Sosial Masih Menjadi Hambatan Utama bagi Pembangunan Berkelanjutan di Era Modern?

11 Desember 2024   12:06 Diperbarui: 11 Desember 2024   12:06 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kesenjangan sosial di Indonesia menjadi hambatan terhadap inovasi dan produktivitas, terutama dalam konteks Revolusi Industri 4.0. Transformasi ini membawa peluang besar, tetapi juga memperluas jurang antara kelompok masyarakat. Pekerjaan tradisional yang hilang akibat otomatisasi dan digitalisasi menuntut keterampilan baru yang tidak merata diakses. Masyarakat di daerah terpencil atau berpenghasilan rendah sering kali tidak memiliki akses ke pelatihan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri modern, yang memperparah kesenjangan.

Meskipun Indonesia telah mencatat kemajuan dalam Indeks Inovasi Global, posisi negara ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Singapura dan Malaysia. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pilar sumber daya manusia dan penelitian. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa inovasi belum dapat sepenuhnya menjadi penggerak produktivitas nasional karena tidak semua kelompok masyarakat mampu berpartisipasi secara aktif dalam ekosistem teknologi dan inovasi.

Ketimpangan ini menghambat potensi produktivitas karena talenta yang tersedia tidak optimal dimanfaatkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi, membuat Indonesia sulit bersaing dalam pasar global yang semakin kompetitif.

Keterbatasan dalam Mengatasi Krisis Lingkungan

Krisis lingkungan di Indonesia semakin memperburuk ketimpangan sosial dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Salah satu isu yang relevan adalah kerusakan lingkungan akibat aktivitas eksploitasi sumber daya alam, seperti tambang dan proyek strategis nasional. Walhi mencatat konflik lahan dan pengelolaan sumber daya alam menjadi masalah struktural yang melibatkan penggusuran masyarakat lokal dan penghancuran lingkungan hidup. Misalnya, pada 2021, terdapat pencabutan ribuan izin usaha pertambangan, kehutanan, dan kawasan hutan, tetapi dampaknya terhadap ketimpangan lingkungan masih minim karena luas izin yang dicabut hanya sebagian kecil dari total wilayah yang dikelol.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam transisi menuju energi terbarukan. Pada 2022, hanya 10,4% energi Indonesia berasal dari sumber terbarukan, jauh dari target 34% pada 2030. Kebijakan yang masih memberikan insentif bagi energi fosil, seperti batu bara, turut memperburuk emisi karbon yang tinggi dan memperparah krisis ikli. Ketimpangan ini memengaruhi kondisi lingkungan, dan memperdalam ketidakadilan sosial, khususnya bagi masyarakat rentan yang terkena dampak bencana ekologis, seperti banjir dan longsor.

Kesenjangan sosial tetap menjadi hambatan utama bagi pembangunan berkelanjutan di era modern karena dampaknya yang meluas pada berbagai aspek kehidupan. Ketimpangan dalam akses pendidikan dan keterampilan membatasi partisipasi masyarakat rentan dalam ekonomi berbasis pengetahuan, sementara kesenjangan layanan kesehatan mengurangi produktivitas dan memperbesar ketidaksetaraan kualitas hidup. Konflik sosial yang dipicu oleh ketimpangan semakin memperumit upaya membangun stabilitas sosial yang diperlukan untuk pembangunan inklusif. Keterbatasan akses pada inovasi dan teknologi modern akibat ketimpangan ekonomi memperlambat produktivitas nasional dan daya saing global. Kesenjangan dalam kemampuan mengatasi krisis lingkungan memperburuk dampak perubahan iklim pada kelompok masyarakat termiskin. Mengatasi kesenjangan sosial adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkelanjutan, di mana semua pihak memiliki peluang yang setara untuk berkontribusi dan menikmati hasil pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun