[caption caption="Pict dari om google"]
“Ternyata kamu seorang Muslim,toh !!” matanya yang bundar terlihat semakin membesar ketika aku katakan kalau aku seorang Muslim. Yah, pada akhirnya keluar juga pengakuan dari mulutku setelah lebih dari setahun bibirku terasa kelu untuk mengatakannya.
“Are you sure??” tanya dia sekali lagi, seolah tak percaya apa yang barusan aku katakan.
Perlahan kuanggukkan kepalaku ketika kedua bola matanya menatap tajam tepat kearahku dan sempat menghujam ulu hatiku.
“Kenapa?, apa kamu menyesal telah mengenal aku yang ternyata seorang Muslim?”, kataku penuh selidik. Dia hanya menggelengkan kepala dan meneguk kopi pahitnya.
“Kamu sangat berbeda dengan orang Muslim lainnya yang ada disini “ kali ini suaranya terdengar amat lembut ditelingaku.
“Berbeda??” tanyaku heran.
“Yap!” , jawab dia lalu melemparkan senyuman termanisnya kepadaku.
“Mungkin karena aku bukan seorang teroris” kataku penuh canda
“Haa..ha..ha..No...no..no.., bukan itu maksudnya “
Aku sendiri tak pernah mengerti mengapa mereka beranggapan kalau semua Muslim identik dengan ISIS dan terorisme.
“Kamu mempunyai hati yang bersih, jujur, gampang menolong orang yang membutuhkannya, juga rendah hati” . Aku hanya tertawa mendengar segudang pujian dari dia.
“Nah, mulai lagi deh acara muji memuji.. “ ujarku sambil menyeruput secangkir teh.
Dia tersenyum padaku, dan kali ini aku menangkap senyumannya penuh arti.
“Aku akan membaptismu secepatnya” sambil tertawa lepas dia mengelus lembut kepalaku.
“Whattt??” mataku melotot tajam kearah dia.
“Aku sangat mencintaimu” ucapannya terdengar amat serius. Lantas dia menarik kursinya lebih dekat ke arahku.
“Tapi aku tak mungkin menikah dengan seorang Kristiani” jawabku lirih.
“Kita menikah di Las vegas tanpa harus melepas keyakinan kita masing-masing”
Aku pernah mendengar kalau di Las Vegas ada sebuah tempat untuk melangsungkan pernikahan bagi mereka yang mempunyai perbedaan keyakinan, dan beberapa orang teman dia sudah melakukannya.
“Dan keluarga akan menghujatku karena aku telah menikah dengan seorang Kristiani” suaraku cukup lantang dan tegas.
“Cukup Aku dan kamu saja yang tau hal ini, karena sejarah Armenian Genocide akan selalu diingat kaumku dan mereka tidak akan pernah memaafkan aku kalau mereka tau aku menikah dengan seorang Muslim”
Aku diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Hanya pikiranku yang menerawang jauh ketika dia bercerita tentang peristiwa Armenian Genocide 100 tahun yang lalu, dimana moyang mereka dibantai secara besar-besaran oleh kaum Muslim Turki, dan semenjak itulah mereka mengibarkan bendera “MUSUH ” terhadap kaum Muslim terutama yang berasal dari Turki. Tak seorang Muslimpun yang diijinkan datang ke negara Armenia.