***
Dalam usaha, kata cuan sudah pasti menjadi tujuan setiap pelaku usaha, baik sebagai pemilik maupun sebagai karyawan. Hal tersebut seringkali melatarbelakangi adanya pengusaha yang semena-mena terhadap karyawan, dalihnya “kamu kan dibayar.”
Sementara dari sisi karyawan, biasanya pasrah-pasrah saja, “yang penting dibayar.” Padahal semestinya hubungan pengusaha dan karyawan tidak sebatas itu.
Berkenaan dengan itu, tak jarang kita menemui pengusaha yang sering mengganti-ganti karyawan. Begitu merasa tidak cocok, ia tak segan segera mengganti dengan karyawan baru. Ada yang memecat dengan tiba-tiba, ada pula yang menggunakan trik.
Semisal, dengan meliburkan karyawannya beberapa hari, namun tak diberi kabar lanjutan. Hal ini dilakukan karena merasa tidak cocok, atau bahkan untuk menghindari kewajiban menggaji karyawan.
Dengan gaji yang tak sampai UMR, jam kerja berlebihan, beban kerja berlapis, serta harus mampu menyenangkan hati pemilik usaha, karyawan masih harus menerima makian dan ancaman dari yang bersangkutan apabila suasana hatinya sedang buruk.
Alhasil, karyawan silih berganti tak bertahan lama.
Padahal, jika kembali pada kata cuan, merekrut karyawan berulang-ulang justru mengurangi efisiensi. Jika dalam beberapa minggu atau bulan harus mengarahkan karyawan lagi dan lagi, hal tersebut akan memakan banyak waktu untuk penyesuaian karyawan baru. Bayangkan jika dalam 3 bulan karyawan harus berganti sebanyak 3 kali, maka selama 3 bulan itu akan terus menjadi masa penyesuaian, akibatnya proses usaha berjalan lambat.
Hal ini akan berdampak signifikan terutama pada usaha yang baru berada di awal tahap berkembang.
Di lain kasus, ada pula pengusaha yang kurang mendengarkan karyawan. Ia mengambil keputusan berdasarkan suasana hati. Namun ketika keputusannya berdampak buruk, barulah ia bertanya-tanya mengapa karyawannya tak mengingatkan.