Mohon tunggu...
Dew
Dew Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa.

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalanan Hadits Itu Romantis

31 Mei 2022   11:34 Diperbarui: 31 Mei 2022   11:52 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perjalanan Hadits Itu Romantis (sumber: Freepik.com)

Hadits itu terasa begitu ajaib. Bagaimana bisa ia diucapkan berabad-abad lalu, tapi bisa sampai ke telinga kita pada zaman ini?

Setidaknya begitu pemikiran awam saya.

Jawaban dari keajaiban itu sekilas terdengar sederhana, karena ada yang mengingat dan menyampaikan kembali, serta ada yang mencatat dan mengumpulkan.

Salah satu yang populer dari catatan tersebut adalah Kitab Shahih Al-Bukhari, yang memuat 6.397 hadits. Dipersiapkan selama 16 tahun, dan ditulis dengan sangat hati-hati. Ada juga Imam Muslim yang gemar berburu hadits ke berbagai negeri, berguru pada berbagai ulama hadits, kemudian lahirlah karya berupa Kitab Shahih Muslim yang sistematik dan penuh ketelitian dalam penulisannya, serta yang lainnya.

Pernah membayangkan bagaimana hadits itu dijaga sebelum akhirnya menjadi cacatan yang komplit dalam kitab-kitab hadits?

Bagaimana para perawi dari tahun ke tahun mengestafetkan setiap kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw. dari satu orang ke orang yang lain, lalu ke orang yang lainnya lagi hingga menjadi hadits yang kita ketahui sekarang, dengan nama-nama mereka tercantum di dalamnya.

Bahkan setiap kali diestafetkan, hafalannya bertambah satu nama. Bukankah ini mengagumkan?

Sementara setiap perawi tidak hanya meriwayatkan satu atau dua hadits saja, melainkan hingga ribuan. Semisal Abu Hurairah yang meriwayatkan lebih dari 5.000 hadits, atau Sayyidah Aisyah yang meriwayatkan lebih dari 2.000 hadits, serta lima muktsirun lainnya yang juga meriwayatkan lebih dari 1.000 hadits.

Di samping itu, ucapan atau isi hadits yang disampaikan harus sama dengan ucapan Rasulullah saw., tidak boleh dikurang atau dilebihkan. Sebab, perubahan sedikit saja bisa menyebabkan hukum haditsnya ikut berubah. Sehingga antara perawi terdahulu dan perawi selanjutnya harus se-ia sekata tidak boleh ada kekeliruan antara perawi.

Sudah menghafal ribuan hadits, kalimatnya harus sama persis pula.

Sambung menyambungnya hadits ini terjadi bertahun-tahun, melewati berbagai zaman. Mulai dari Sahabat yang masih bertemu Rasulullah Saw. sampai Tabi’in yang sudah tak lagi bertemu Rasulullah Saw. 

Belum lagi rintangan dalam perjalanannya, dikutip dari muhammadiyah.or.id bahwa hoax mengenai hadist sudah terjadi sejak Rasulullah Saw. masih hidup, mulai dari hoax hadits untuk kepentingan individu, hingga hoax untuk kepentingan politik pada masa itu. Namun karena adanya perbaikan pada sistem pencatatan hadits, maka hadits-hadits yang shahih tersebut bisa sampai pada umat muslim saat ini.

Mengingat betapa besarnya peran perawi hadits, tak heran jika syarat diterimanya hadits sebagai hukum akidah berkaitan erat dengan para perawinya. Salah satu contohnya adalah perawi hadits harus memiliki ingatan yang tajam.

Selain ingatannya harus tajam, para perawi hadits juga haruslah merupakan  orang-orang yang adil dan memiliki sifat serta perilaku yang mulia. Tujuannya adalah agar apa yang disampaikan para perawi tersebut mudah diterima orang dan tidak diragukan isi dari apa yang disampaikannya. Kalau Bahasa sekarangnya, harus kredibel.

Jika kemudian diketahui ada yang tidak baik atau diragukan ingatan, sifat, dan perilakunya, maka hal tersebut bisa mempengaruhi hadits yang diriwayatkannya, hadits yang diriwayatkan bisa tidak shahih atau tergolong dalam hadits yang kekuatan hukumnya lebih lemah.

Selain itu, jika dari serangkaian periwayat terdapat satu atau dua orang yang diragukan maka hal tersebut juga dapat menggugurkan hadits sehingga dianggap dla’if (tidak diterima sebagai hukum akidah).

Makanya (secara pribadi), sulit sekali rasanya untuk tidak takjub dengan perjalanan hadits ini. Membayangkan bagaimana para perawi hadits merawat ingatannya dengan keteguhan, menjaga ucapan-ucapan itu tetap sama dari perawi pertama hingga perawi teranyar dengan konsisten, menyampaikan hadits-hadits itu kapanpun dibutuhkan. Bukankah ini terdengar romantis?

Kesetiaan lintas zaman, yang diestafetkan lintas generasi.

Mereka seperti benteng yang saling mengaitkan tangan satu sama lain, berjejer erat, merawat nilai dengan keyakinan, mewariskannya dari generasi ke generasi dengan keteguhan, mengawal perjalanan hadits, memastikan setiap tuah utuh sampai kepada umat di setiap zaman.

***

Catatan:

1 Ensiklopedi Tematis Al-Quran dan Hadits Jilid 1 (2009)

2 sebutan bagi sahabat yang meriwayatkan lebih dari 1.000 hadits

3  Pemalsuan Hadits Telah Terjadi Sejak Zaman Rasulullah Saw. Masih Hidup  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun