Sambung menyambungnya hadits ini terjadi bertahun-tahun, melewati berbagai zaman. Mulai dari Sahabat yang masih bertemu Rasulullah Saw. sampai Tabi’in yang sudah tak lagi bertemu Rasulullah Saw.Â
Belum lagi rintangan dalam perjalanannya, dikutip dari muhammadiyah.or.id bahwa hoax mengenai hadist sudah terjadi sejak Rasulullah Saw. masih hidup, mulai dari hoax hadits untuk kepentingan individu, hingga hoax untuk kepentingan politik pada masa itu. Namun karena adanya perbaikan pada sistem pencatatan hadits, maka hadits-hadits yang shahih tersebut bisa sampai pada umat muslim saat ini.
Mengingat betapa besarnya peran perawi hadits, tak heran jika syarat diterimanya hadits sebagai hukum akidah berkaitan erat dengan para perawinya. Salah satu contohnya adalah perawi hadits harus memiliki ingatan yang tajam.
Selain ingatannya harus tajam, para perawi hadits juga haruslah merupakan  orang-orang yang adil dan memiliki sifat serta perilaku yang mulia. Tujuannya adalah agar apa yang disampaikan para perawi tersebut mudah diterima orang dan tidak diragukan isi dari apa yang disampaikannya. Kalau Bahasa sekarangnya, harus kredibel.
Jika kemudian diketahui ada yang tidak baik atau diragukan ingatan, sifat, dan perilakunya, maka hal tersebut bisa mempengaruhi hadits yang diriwayatkannya, hadits yang diriwayatkan bisa tidak shahih atau tergolong dalam hadits yang kekuatan hukumnya lebih lemah.
Selain itu, jika dari serangkaian periwayat terdapat satu atau dua orang yang diragukan maka hal tersebut juga dapat menggugurkan hadits sehingga dianggap dla’if (tidak diterima sebagai hukum akidah).
Makanya (secara pribadi), sulit sekali rasanya untuk tidak takjub dengan perjalanan hadits ini. Membayangkan bagaimana para perawi hadits merawat ingatannya dengan keteguhan, menjaga ucapan-ucapan itu tetap sama dari perawi pertama hingga perawi teranyar dengan konsisten, menyampaikan hadits-hadits itu kapanpun dibutuhkan. Bukankah ini terdengar romantis?
Kesetiaan lintas zaman, yang diestafetkan lintas generasi.
Mereka seperti benteng yang saling mengaitkan tangan satu sama lain, berjejer erat, merawat nilai dengan keyakinan, mewariskannya dari generasi ke generasi dengan keteguhan, mengawal perjalanan hadits, memastikan setiap tuah utuh sampai kepada umat di setiap zaman.
***
Catatan: