"Maaf, Mel--hari ini Arum berulang tahun. Aku tidak mungkin mengecewakannya terus, Mel. Rencana kita tunda dulu--."
"Kenapa Arum sekarang lebih penting?!"Â Suara Mela terdengar sangat emosional.
"Arum istriku, Mel--." Sebelum Danu selesai berbicara, Mela sudah memutus hubungan telepon.
Danu kemudian menjadi kacau. Dia berusaha menghubungi Mela kembali. Namun, panggilan telepon Danu selalu ditolak. Sepanjang perjalanan, Danu tetap berusaha menghubungi Mela. Untuk memohon supaya Mela mau mengerti.
Hujan deras belum reda. Sesampainya di tanjakan Citayam, sekonyong konyong ada sebuah sepeda yang melaju kencang. Dan tanpa bisa dicegah menabrak mobil yang sedang dikendarai Danu.
Seketika, Danu menghentikan mobilnya. Lalu dilihatnya dari balik kaca spion--dari jarak 5 meter--pengendara sepeda itu tersungkur di tanah. Sial sekali, pikir Danu. Lelaki itu lalu teringat akan Arum--yang pasti telah menunggunya--di rumah. Tanpa berpikir panjang, Danu kemudian melanjutkan perjalanannya pulang. Dia berharap pengendara sepeda itu baik-baik saja.
Sesampainya di rumah, Danu kemudian bergegas masuk. Hujan belum juga berhenti, malah semakin menderas. Tapi hati Danu menjadi tidak tenang. Lelaki itu baru saja melakukan tabrak lari terhadap pengendara sepeda. Danu langsung menuju ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian.
Setelahnya, Danu keluar kamar lalu duduk di ruang keluarga. Hatinya masih tidak tenang, karena kejadian tabrak lari yang terjadi tadi.
"Arum--bisa minta segelas air putih?" Danu berkata dari ruang keluarga kepada Arum, yang tampaknya sedang di dapur.
"Iya--sebentar. Maaf aku belum membuatkanmu teh, Mas." Sahut Arum lirih dari arah dapur.
Danu kemudian menemui Arum di dapur. "Loh kok kamu basah kuyup, Rum?"