Cekrek--cekrek---tanpa permisi perempuan itu mengambil fotoku. Mungkin aku hanya seorang anak SMP yang tidak penting. Mungkin dia ingin memosting di media sosialnya, karena sudah memberi makanan kepada anak SMP yang kelaparan. Ada banyak kemungkinan.
                ___
    Aku pulang dari sekolah seperti biasa, tapi ada yang tidak biasa. Aku melihat rumahku dari kejauhan. Ada banyak polisi dan beberapa orang dewasa dengan nametag di saku bajunya. Sejenak aku ragu untuk melangkah masuk rumah. Namun aku berpikir, "aku harus tahu apa yang sedang terjadi".
   Kemudian kulihat Ayah keluar rumah dibawa beberapa petugas kepolisisan, dengan tangan terborgol. Ayah ditangkap polisi. Seorang lainnya--yang berkemeja dengan nametag--menghampiriku. Dia mengatakan padaku bahwa mereka dari Komisi Perlindungan Anak.
   Ayahku ditangkap, Ibuku babak belur, dan dilarikan ke rumah sakit karena ulah Ayahku. Kemudian kulihat perempuan yang memberiku cilor gulung seminggu yang lalu. Dia adalah tetangga depan rumahku.Â
   Dia yang saat itu mengambil fotoku dengan kondisi mata kiriku yang membiru karena lebam. Dia lalu menyebarkannya ke media sosial. Fotoku viral. Banyak orang bersimpati. Meminta polisi mengambil tindakan. Aku tersadar itulah yang terjadi pada saat itu.
   Aku dan adikku--yang berusia 3 tahun--kemudian dititipkan ke keluarga terdekat Ibu. Tapi hal itu tidak dapat membuatku bahagia. Walaupun tidak pernah lagi kudengar Ayah dan Ibu yang selalu bertengkar. Aku tetap merindukan rumahku, kamar tidurku dan tentu saja Ayah dan Ibu kandungku sendiri.
               ___
   Saat ini aku berdiri di depan kelas. Namun bukan sebagai murid Sekolah Menengah Pertama. Aku berdiri sekarang di depan murid-muridku. Aku memberikan mereka--murid muridku--secarik kertas gambar. Aku ingin mereka menggambarkan apa yang mereka rasakan saat ini.
  Lonceng berbunyi, sudah saatnya tugas dikumpulkan. Satu per satu murid muridku meletakkan gambar mereka di mejaku, gambar penuh warna warni. Mencerminkan kebahagiaan yang mereka rasakan.
   Murid terakhir mengumpulkan tugas tanpa goresan apapun di kertas gambarnya. Wajahnya terlihat sedih dan sayu. Aku bisa merasakan apa yang dia rasakan. Muridku yang satu ini tampaknya tidak dapat menggambarkan warna warni dalam hidupnya.