"Yaelah, gitu doang?" Tetapi dengan sigap Donna melaksanakan apa yang diinginkan Mamanya. Secangkir kopi lalu terhidang dengan mulus di hadapan Mama. Tanpa cacat, tanpa ada yang tumpah mengotori tatakannya.
-Heum...ternyata bisa kok, anakku bikin kopi, batin Bu Dito. "Ya sudah, sekarang, kalo ada tamu, kamu yang bikinkan minuman, ya."
Setelah Pak Dito pulang dari kantor, Bu Dito langsung laporan. Bahwa Donna tanpa kesulitan dapat membuat kopi. Bapak dan Ibu Dito pun bisa bernafas lega.
Di suatu sore yang dingin, hujan deras baru turun membasahi bumi. Sebuah mobil tampak memarkir, di depan pintu pagar rumah Pak Dito. Rupanya Pak Dito kedatangan tamu.
"Silahkan masuk, Mas Gun." Begitu kata Pak Dito kepada tamunya. "Silahkan duduk, mau minum apa, Mas?"
"Kopi bolehlah, Mas." Kata tamu itu kepada Pak Dito. Pak Dito kemudian berjalan ke dalam menuju dapur. Tapi tidak dilihatnya istrinya. Kemudian Pak Dito memanggil Donna.
"Donna--mana Mama?"
"Loh--kan Mama tadi bilang, sore ini arisan, Pah."
"Ya sudah, sekarang kamu yang bikinkan minuman ya. Buat Papa sama Om Gun." Kemudian Pak Dito langsung kembali ke ruang tamu menemui Pak Gun, yang juga sahabatnya itu.
Tidak lama, Donna datang dengan membawa minuman dalam cangkir. Satu untuk Papanya dan satu untuk Pak Gun. Setelah meletakkan dua cangkir di atas meja, Donna pun melipir meninggalkan ruang tamu. Namun, Â detak jantung gadis itu berdebar-debar takut apa yang dia sajikan buat Papa dan Pak Gun tidak sesuai selera. Kemudian terdengar suara Papanya berkata,
"Silahkan, Mas Gun. Diminum dulu kopinya."