The Red Dragon Kingdom
"Quin, melarikan diri!" The Majesty berteriak sambil menggebrak meja, ia terlihat gusar dan kecewa.
"Segera cari anak itu, ia tidak tahu apa yang telah dilakukannya."
"Sudah terlambat, Yang Mulia. Karena mereka sudah berhasil menerobos Sircumstale," Panglima perang Istana berkata gugup.
"Tangkap Kayon hidup atau mati. Dan Quin, anak itu tidak akan dapat kembali ke Red Dragon, karena setelah keluar melewati Sircumstale, seluruh memorinya tentang The Red Dragon akan sirna," The Majesty menghela nafas panjang, lalu kembali berbicara dengan panglima perang Kerajaan.
"Temui Tory, katakan aku ingin bicara. Pendant yang tertanam dalam tubuh Quin itu bisa membahayakan dirinya. Jangan sampai Kayon menguasai pendant dalam tubuh Quin, karena hal itu dapat menyebabkan ia berada dalam zona kegelapan, hanya Tory yang dapat menolong anakku."
Tidak berapa lama kemudian, panglima perang Kerajaan Naga Merah sudah menemui Tory--seorang ilmuwan dari suku Halong Siam yang diyakini masih keturunan Dewa Matahari.
Halong Siam adalah ras yang memiliki kebudayaan tertinggi di dunia saat ini. Mereka ditakdirkan memiliki keilmuan yang tinggi tentang filosofi kehidupan dan mereka juga dikenal sangat cerdas. Kerajaan Naga Merah dan Halong Siam mempunyai hubungan yang sangat baik. Tory adalah ilmuwan dari suku Halong Siam yang ditugaskan mengajarkan ilmu 'Cahaya' kepada suku Naga Merah.
Sementara itu, Kayon dan Quin sedang menuju ke kota Sinobu--kota kelahiran Kayon. Mereka berdua akhirnya menemukan sebuah gubuk di pinggiran hutan kota Sinobu. Peradaban bangsa Sino memang tertinggal jauh dibandingkan Red Dragon dan Halong Siam. Quin sempat merasa asing memasuki daerah kota tua Sinobu. Tapi, Â gadis itu menyakinkan dirinya bahwa hidupnya aman bersama Kayon. Quin mencintai Kayon. Demi cintanya pula, ia berani menentang ayahnya sendiri.
"Kita aman sekarang. Ayahmu tidak bisa memaksamu sesuka hati. Kau mencintaiku, Quin?" Kayon menatap tajam kedua mata gadis dihadapannya.
Sejenak Quin terdiam, mencoba mencerna pertanyaan Kayon.
"Kamu segalanya bagiku, Kayon," Quin tidak dapat menahan diri untuk menyatakan perasaannya.