Tak lama pintu ruangan terbuka, seorang perempuan muda berseragam cleaning service masuk lalu berjalan ke arahku.
"Mau dibuatkan kopi, Bu?"
"Oh iya boleh. Tapi saya nggak minum kopi-bisa bikinkan teh saja?" aku meliriknya sambil membaca nametag yang tersulam di samping kiri baju seragamnya.
"Terimakasih, Ratmi," kataku setelah mengetahui namanya.
"Sebentar ya, Bu..." Ratmi lalu meninggalkanku.
Tidak lama kemudian Ratmi datang membawa sebuah nampan, dengan secangkir teh panas di atasnya.
"Eh-tunggu, Ratmi. Mau nggak kamu nemenin saya sekarang. Biar nggak sepi-sepi amat di ruangan ini," kataku dengan nada sedikit memohon. Ratmi hanya mengangguk, menyanggupi permintaanku.
Sambil bekerja sesekali aku mengajaknya mengobrol supaya Ratmi tidak bosan dan bersedia menemaniku sampai selesai. Akhirnya bahan pembicaraan basa basi sudah habis, karena Ratmi tidak banyak bicara. Sesaat suasana kembali hening. Aku yang masih penasaran dengan cerita tentang kuntilanak merah kemudian memutuskan menanyakan kepada Ratmi tentang kebenarannya.
"Kata teman-teman yang sudah sering lembur, mereka sering lho diganggu sesosok perempuan yang berbaju merah. Ratmi pernah melihatnya?"
Ratmi menggelengkan kepala. "Nggak pernah sih, Bu. Memang sekitar 20 tahun yang lalu, ada kejadian pembunuhan di kantor ini. Korbannya seorang perempuan yang ditemukan bersimbah darah di toilet lantai 7. Mungkin karena bajunya penuh darah, sehingga orang-orang yang 'melihat sosoknya' berpikir, arwah gadis yang gentayangan itu berbaju merah."
"Oh..." aku manggut-manggut.