Kengerian seketika menyergap, saat aku harus sendirian, di kantor malam ini. Satu persatu teman-temanku mulai beranjak meninggalkan meja, menuju mesin absen digital.
"Mai-duluan ya, selamat lembur. Salam buat si kunti merah," Rina temanku-yang duduk di meja depan-mengatakannya, entah serius atau becanda, tapi, apa yang dilakukannya sangat kurang kerjaan.
Aku bergeming sambil memerhatikan Rina, yang sedang terburu-buru merapikan meja dan mematikan komputer.
"Okay-bye... muach! Rina pun meninggalkanku, sendiri.
Tidak lama kemudian Rina sudah keluar ruangan. Dia melesat meninggalkanku menyusul teman yang lain. Hanya langkah kakinya saja yang masih terdengar.
Sendirian di ruangan yang luas dan hanya berteman dengan meja-meja kosong, memang sanggup membuat bulu kuduk berdiri.
Aku mulai berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaan-yang harus selesai-hari ini. Sambil mulai mengeluh dalam hati, mengapa Pak Dody begitu teganya memberiku waktu lembur tanpa ada karyawan lain yang menemani. Setidaknya apabila ada dua orang yang kerja lembur, tidak menjadi masalah buatku. "Kalo kamu bisa selesaikan sendiri, tidak perlu berdua, kan-Mai..." begitu katanya enteng.
Masalahnya bukan itu, Pak-bukan. Masalahnya aku takut dengan cerita yang beredar tentang penunggu kantor ini. Walaupun kadang kuntilanak merah itu tidak terlihat, tapi sudah sering para security melihatnya melalui CCTV.
Nah, mengapa Pak Dody tidak peka terhadap ketakutan karyawan sepertiku. Mengapa bukan dia saja yang lembur, akan lebih efisien. Apa mungkin Pak Dody tidak tahu tentang desas desus yang beredar-tentang sosok kuntilanak merah? Sangat meresahkan.
Aku lalu kembali menatap layar monitor, untuk melanjutkan pekerjaan, tentunya. Berusaha melupakan tentang mahluk yang sudah berhasil membuatku ketakutan. 'Sudah-jangan berhalusinasi, kuntilanak merah itu hanya issue' pikirku, untuk menepis ketakutan yang menyergap.