Mohon tunggu...
Coretan Embun
Coretan Embun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Random

Bragging Rights @ coretanembun2011.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bara Kusuma Nasriti (Bab II)

26 Maret 2012   17:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_171016" align="aligncenter" width="300" caption="photo koleksi pribadi"][/caption] Cerita Sebelumnya

____

'

Bab II : Bara

Sepanjang perjalanan pulang kerumah senja itu pikiran Bara tidak bisa lepas dari kejadian tadi siang yang dialaminya bersama Rara di perkebunan milik ayahnya. Dalam hatinya Bara bertanya tanya siapakah orang-orang tadi. Seorang lelaki setengah baya dan seorang pemuda yang kira-kira berumur beberapa tahun diatasnya bernama Paundra. Mereka tampak tidak seperti orang kebanyakan. Seperti orang-orang dari pemerintahan yang bekerja di Kadipaten. Lalu siapakah Raden Roro  Kusuma Nasriti? Tanpa terasa Bara telah berdiri di depan pelataran sebuah rumah pendopo milik ayahnya. Di keremangan malam, Bara melihat sang ibundanya sedang duduk di beranda depan.

"Ibu pasti sedang menunggu aku", gumamnya dalam hati.

Bara pun berjalan perlahan menghampiri ibundanya. Wajah wanita itu terlihat sangat khawatir. Lalu setelah tau anak kesayangannya telah berdiri di depannya dia pun tersenyum.

"Bara, kemana saja kamu nak? ibu mencari carimu dari tadi", ibunda Bara mengelus rambut anak lelaki semata wayangnya itu.
"Aku...aku.....", Bara tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Jangan katakan kamu tadi menghabiskan waktu bermain bersama Rara", suara wanita itu tiba-tiba melengking dan membuat Bara tersentak kaget.
"Maafkan saya ibu....", Bara berkata terbata-bata.
"Kamu tau, anakku...tidak sepantasnya kamu bergaul dengan Rara, dia hanya anak angkat pengelola perkebunan ini, nak. Tolong jangan kecewakan ibumu. Kamu itu penerus satu-satunya keluarga Senoadji. Pilihlah wanita yang sekelas dengan kita. Baik itu Bibit bebet dan bobotnya. Kita ini keluarga Ningrat, masih ada darah biru yang mengalir di tubuhmu", ibunda Bara berkata panjang lebar dengan berapi-api.
"Sudahlah bu,.. sekali lagi maafkan saya, sekarang cuma ingin mandi", Bara pun meninggalkan ibundanya seorang diri di beranda.

____

Didalam kamarnya Bara masih tidak bisa menghilangkan rasa penasarannya tentang apa yang dialaminya tadi siang di perkebunan. Bara hanya khawatir bila ternyata ada seseorang yang sedang dicari-cari atau buronan dari kadipaten yang bersembunyi di perkebunan ayahnya. Bara mengkhawatirkan keadaan Rara. Bara takut bila sewaktu-waktu orang itu mencelakai Rara. Besok, Bara bertekad hendak mencari tau apakah ada seseorang yang menyelinap di perkebunan. Karena dia sangat hafal setiap jengkal tanah di perkebunan milik ayahnya ini. Sampai lubang kelinci pun Bara akan tau. ketukan pintu pada pintu kamarnya membuyarkan lamunan Bara.

"den Bara, sedang ditunggu ibu dan bapak di ruang makan", kata suara mbok Sumi dari balik pintu.

Bara pun beranjak dari tempat tidurnya menuju ke ruang makan. Disana telah menunggu ibu bapak beserta kakak-kakak perempuannya.

"Bara ayo dahar dulu nanti kamu sakit, jangan suka telat makan nak, kalo kamu sakit kita semua repot", kata ibu sambil menandukkan nasi ke dalam piringnya.

"Ibu jangan terlalu berlebihan, saya kan sudah dewasa. Saya bisa menjaga diri bu..", kata Bara sambil tersenyum pada wanita itu.

"Sudah..sudah..yang penting dimakan dulu ya denbagus, ini ibu bikinkan makanan kesukaanmu nak", wanita itu menambahkan lauk pauk keatas piring anak lelaki kesayangannya.

"Oh iya, pak...ada yang harus saya ceritakan kepada bapak", kata Bara dengan wajah serius.

"Opo kuwi le...", kata Senoadji dengan antusias.

"Jangan sekali-kali kamu mengatakan bahwa kamu akan menikah dengan Rara nak!!", ibu Bara tiba-tiba memotong pembicaraan antara bapak dan anak itu.

"Ibu sudahlah, kita bicarakan itu nanti. Ini ada hal yang lebih penting bu", kata Bara dengan serius sambil memandang wajah cantik ibunya.

"Ono opo to le, kamu membuat bapakmu yang sudah tua ini jadi was-was", kata lelaki tua itu tak kalah serius.

"Begini bapak dan juga ibu, Tadi siang ada orang-orang dari kadipaten yang mencari seseorang bernama Raden Roro Kusuma Nasriti, dan kemungkinan orang yang mereka cari-cari itu sedang bersembunyi diperkebunan kita", Bara pun akhirnya berkata kepada kedua orangn tuanya.

"Raden Roro Kusuma Nasriti...", Senoadji mengulangi sebuah nama yang disebutkan Bara.

"Bapak tau siapa dia?", tanya Bara dengan antusias.

"Dia adalah putri semata wayang Angling Kusuma dan Ayu Matah Srindrani,  seorang patih dari Kadipaten yang dekat dengan Adipati Cokroadhinoro", Senoadji  berkata dengan hati-hati.

"Nah itulah yang saya ingin tau pak, kenapa orang-orang dari kadipaten mencari Raden Roro Kusuma Nasriti sampai ke perkebunan kita", kata Bara lebih lanjut.

"Baiklah nak, kalau begitu sebaiknya besok kita berdua mencari tau apa yang telah terjadi. Kita pergi ke Kadipaten besok setelah kita sisir seluruh perkebunan ini siapa tau Raden Roro Kusuma Nasriti memang sedang bersembunyi disini", kata Senoadji menutup pembicaraan.

Malam itu Bara kembali tidak dapat memejamkan mata. Ada yang menggelitik pikirannya. Mungkinkah Raden Roro Kusuma Nasriti adalah Rara. Tapi ah, tidak mungkin karena menurut ibuSukerti anak angkatnya Rara itu sebatang kara, sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Bara pun menepiskan pikiran bahwa Rara adalah Raden Roro Kusuma Nasriti.

_____

Pagi harinya Bara bersiap pergi ke kadipaten bersama ayahnya. Saat itu Bara sedang menunggu ayahanda di beranda depan sambil menyiapkan 2 ekor kuda jantan yang akan membawa mereka menuju Kadipaten. Bara pun menyapu pandangan ke area perkebunan. Lalu dilihatnya sekelebat bayangan Rara.

"Sudah hendak ke pasar rupanya gadis itu", kata Bara dalam hati.

Bara pun hendak mengejar Rara untuk menawarkan tumpangan sampai ke pasar. Belum sempat Bara melaksanakan niatnya,  tiba-tiba sekelompok orang dengan mengendarai kuda memasuki pekarangan pendopo milik ayahnya, Senoadji.

"Kami utusan dari Tumenggung Adipati Cokroadhinoro",kata seseorang pemuda yang kemarin datang diam-diam di perkebunan milik Senoadji ini, pemuda itu tak lain adalah Paundra

"Apa yang bisa saya bantu", kata Bara pura-pura tidak tau apa yang mereka inginkan.

"Kami sedang mencari seseorang yang menghilang sekitar 4 tahun lalu, anak gadis seseorang patih dari kadipaten. Dia beberapa hari terakhir  terlihat ada disekitar perkebunan ini", kata Paundra kemudian.

"Perkebunan ini adalah milik ayahanda saya Senoadji, lebih baik kita bicara di beranda pendopo saja", ujar Bara kemudian.

"Baiklah", kata Paundra, kemudian pemuda itu mengisyaratkan kepada para pengawalnya untuk turun dari kuda.

"Kalian tunggu disana sambil berjaga-jaga siapa tau Raden Roro Kusuma Nasriti menampakkan bayangannya", lanjut Paundra kemudian. Para pengawal itupun hanya mengangguk menerima perintah atasannya.

Paundra dan Bara pun kemudian berjalan menuju beranda pendopo milik Senoadji. Senoadji rupanya sudah mengetahui kehadiran orang-orang dari Kadipaten tersebut. Lelaki tua itu kemudian mengangguk memberi salam pada Paundra dan mempersilahkannya duduk.

"Kami adalah utusan dari Kadipaten, mewakili Raden Tumenggung Adipati Cokroadhinoro", kata Paundra membuka pembicaraan.

"Ya..kami sudah mengetahuinya, " kata Senoadji.

"Dan kami kemari karena disinyalir Raden Roro Kusuma Nasriti berada di perkebunan ini", lanjut Paundra kemudian.

Dari balik semak belukar samping beranda pendopo, rupanya Rara berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Dan karena panik Rarapun mundur beberapa langkah lalu terperosok kedalam parit kecil yang mengelilingi pekarangan pendopo.

"Dia..Raden Roro Kusuma Nasriti, KEJAR!!!", kata Paundra kepada para pengawalnya.

"Tahan dulu...biar saya  yang urus", kata Bara sambil menatap wajah Paundra. Pemuda itu pun memberi isyarat tangan kepada para pengawalnya untuk tidak mengejar Rara.

"Ternyata kalian menyembunyikan orang yang hampir bertahun-tahun kami cari," kata Paundra kemudian.

"Apa anda yakin gadis tadi adalah Raden Roro Kusuma Nasriti", kata Bara kemudian.

"Sangat yakin, karena saya sangat mengenalnya ", kata Paundra kemudian.

"Baiklah.  Sayapun mengenal gadis itu bernama Rara, anak angkat Sukerti", kata Bara mencoba menjelaskan.

"Baiklah, saya akan melaporkan hal ini pada Tumenggung Adipati Cokroadhinoro dan kalian bertanggung jawab sepenuhnya atas keberadaan Raden Roro Kusuma Nasriti. Saya harap kalian dapat diajak bekerja sama demi kepentingan bersama. Sebaiknya kita membuat suatu kesepakatan", kata Paundra kemudian.

"Kesepakatan apa? ', kata Bara sambil menahan nafas.

"Adipati Cokroadinoro akan memberikan hadiah kepada siapa saja yang berhasil menemukan Kusuma Nasriti. Artinya bila kalian bisa bekerjasama kemungkinan kalianpun turut mendapatkan hadiah", kata Paundra menjelaskan.

"Baiklah, beri kami waktu untuk membujuk Kusuma Nasriti agar mau kembali kepada kedua orang tuanya", kata Bara kemudian.

"Kami akan kembali dalam beberapa hari, untuk melihat perkembangannya. Sekarang ijinkan kami meninggalkan perkebunan ini", kata Paundra kemudian sambil mengangguk memberi salam pada Senoadji dan Bara.

_____

Senoadji dan Bara tidak pernah menyangka bahwa Kusuma Nasriti itu adalah Rara. Setelah kepergian Paundra kembali ke Kadipaten, Bara pun berniat menanyakannya langsung pada Rara apa yang terjadi. Bara pun berjalan menuju gubug Sukerti. Tapi dilihatnya gubug itu sepi, tapi hal itu tidak menghalangi niat Bara untuk tetap menemui Rara.

"Kulonuwuwn...", Bara pun memberi salam.

Dan tidak ada jawaban. Lalu Bara berputar menuju dapur tempat dia sering singgah menemui Rara yang biasanya sedang memasak. Ternyata pintu dapur terbuka. Sukerti sedang duduk dibale-bale seperti biasanya. Tampaknya dia tidak mengerti apa yang telah terjadi.

"mbok Sukerti...saya ingin bertemu Rara", kata Bara hati-hati.

"Loh...Rara belum pulang dari pasar den Bara", kata Sukerti. "Hal ini tidak seperti biasanya denbagus, harusnya dia sudah datang..entah kemana anak itu", kata Sukerti khawatir.

Rupanya Rara tidak berani pulang dan ada kemungkinan kembali melarikan diri. Bara harus mencarinya. Bukan untuk menyerahkannya kepada Paundra, tetapi Bara mengkhawatirkan keselamatan Rara. Bara tidak ingin terjadi sesuatu pada gadis itu.

"Baiklah, saya akan mencari Rara..mbok Sukerti percayakan saja pada saya bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada Rara", Kata Bara menenangkan Sukerti yang tampaknya langsung panik mengingat Rara belum kembali dari pasar.

"Maturnuwun den Bara, nuwun sewu saya hanya akan merepotkan", kata Sukerti.

"Tenang saja mbok, saya akan cari Rara sampai ketemu, saya permisi ", ujar Bara kemudian sambil meninggalkan gubug Sukerti.

Hari sudah hampir gelap dan Bara belum menemukan Rara. Kekhawatiran Bara makin menjadi jadi. segala kemungkinan bisa terjadi pada Rara, tapi Bara mencoba untuk bersikap tenang supaya bisa berpikir jernih. Kemanakah perginya Rara. Bara kemudian mulai mengingat ingat kemana biasanya Rara dan dirinya menghabiskan waktu bersama di hutan seberang perkebunan milik ayahnya. Mungkinkah Rara melarikan diri ke dalam hutan? Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tapi semoga tidak terjadi sesuatu pada Rara.

***

also published :

Novel Embun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun