[caption caption="Ilustrasi: shutterstock"]
[/caption]Lulus kuliah, saya diterima bekerja di perusahaan leasing kendaraan motor. Berawal menjadi CSO, lalu sempat jadi teller, admin coll, ass.head admin kredit (approval aplikasi) hingga terakhir sebagai Head Admin Collection. (Suka Duka Customer Service Officer)
Nah, pada tulisan kali ini saya mau memberi sedikit solusi untuk para pembaca yang barangkali saat ini tengah berada dalam posisi "macet" angsuran karena berbagai alasan. Sekalian saya mau cerita seluk beluk bekerja di bagian collection alias penagihan angsuran customer. Gapapa yah saya selipkan curhat tentang pengalaman saya di dunia leasing. Lagi pengen rendezvous ke masa lalu...^_^
Di kantor, sebagai head saya membawahi 1 assisten dan 8 staff admin collection. Setiap hari, mereka semua saya beri print out rekapan aging schedule (daftar umur piutang seluruh customer) untuk mengontrol seluruh rekam jejak pembayaran customer.
Banyak cerita yang saya dapatkan dari para admin maupun kolektor lapangan tentang berbagai masalah penagihan. Dari customer tertib sampai yang suka kabur-kaburan. Dari kolektor yang sabar sampai yang nekat "nginep" di depan rumah customer. Dari kolektor yang diterima customer dengan baik, sampai ada yang "disediakan" golok di atas meja tamu ketika ditagih. Ada-ada saja ya.
Beragam kisah "penggelapan" kendaraaan seperti "dihilangkan", digadai, dipindah tangan tanpa sepengetahuan leasing, soal LSM sampai cerita tentang spare part motor original yang sudah dipreteli (diganti KW) sebelum ditarik, sudah jadi makanan saya sehari-hari di kantor. Kadang lucu, kadang gemes, kadang ngenes saat mendengarnya.
Tidak semua orang ditakdirkan selalu bernasib baik, hidup dalam kemapanan, banyak uang, tak punya hutang dan penuh kenyamanan. Tidak semua orang mampu membeli segala sesuatu secara cash keras dan tidak perlu berhutang. Salah satu alternatifnya ya dengan cara kredit.
Nah, umpama kita berada di posisi customer yang tengah mengalami kesulitan membayar hutang cicilan pada leasing kendaraan, di bawah ini saya beri 5 point dulu yang mesti kita perbuat ketika harus menghadapinya.
Bagi rekan-rekan kompasianer yang ingin menambahkan, silahkan isi di kolom komentar. Semoga bermanfaat.
1. Hadapi
Bila tengah ditagih kolektor, hadapi saja dulu. Percuma saja menghindar, tidak akan menyelesaikan masalah. Menghindar hari ini, pasti besok akan bertemu dengan masalah yang sama. Resiko ditagih adalah konsekwensi yang sudah kita prediksi bila ada keterlambatan pembayaran. Bila tidak mau ditagih, berarti harus tepat waktu.
2. Jangan Gunakan Emosi
Karakter setiap orang tidak pernah sama. Bila kita bertemu karakter kolektor yang kurang sopan saat menagih atau berkata-kata yang tidak wajar, balas saja dengan bicara santai dan baik-baik. Mengedepankan emosi berupa amarah bukan jalan terbaik. Nanti sulit mencari titik temu.
Kita mesti memahami, kolektor hanyalah karyawan yang bekerja atas perintah "bos"nya. Kita jangan juga marah-marah. Masih ingat kan sewaktu dulu berhutang? Pasti janji-janji manis kita keluar. Slip gaji diupgrade dan jabatan kita berubah seolah-olah kita habis dapat promosi. Hahaha, lagu lama ya.
Para kolektor di kantor sering menghadapi under pressure dari pihak perusahaan. Dalam hal ini, sudah jelas mereka lebih membela periuk nasinya daripada kita sebagai customer.
Beri alasan yang kuat mengapa belum bisa membayar dan prediksi kapan kira-kira kita bisa membayarnya. Hal ini biasa disebut JB alias Janji Bayar. Jangan lupa saat berjanji, dalam hati berdoa semoga diberi kemudahan rezeki untuk membayar hutang.
3. Jangan "Suap" Kolektor
"Tagihan" atas nama kita, tidak selamanya milik kolektor tertentu. Semua tergantung umur piutangnya. Bila kita "suap" kolektor A, maka besok bisa jadi yang datang kolektor B, C dan seterusnya. Begitupun bila mereka meminta dengan alasan "uang bensin".
Jadi daripada memberi mereka, lebih baik simpan untuk menambah uang cicilan. Lagipula, "suap" itu hanya memberi nafas waktu saja, bukan selesaikan persoalan dan hutang kita tetap ada plus denda yang terus berjalan selama belum dibayar.
4. Tarik Kendaraan
Bila sampai bertemu dengan masalah ini. Mintalah surat resmi berkop surat dari perusahaan leasing. Bila mereka datang tanpa membawa surat resmi, kita berhak untuk mempertahankan kendaraan kita. Kita bisa melaporkan mereka pada perusahaan.
Oh iya, di tahap ini, biasanya ada perjanjian "titip kendaraan". Hati-hati yah, titip kendaraan ini beda-beda tipis loh dengan tarik kendaraan, masalah bahasa saja. Kita pasti akan dikenakan biaya lagi untuk menebusnya. Ketika penebusan, kita diharuskan membayar seluruh tunggakan plus denda-dendanya dan biaya tarikan. Jadi perhitungkan baik-baik sebelum membuat surat pernyataan.
Bila kita ada di kondisi itu dan masih bisa dinegosiasikan, mintalah kebijakan waktu pada mereka atau datang langsung ke kantor. Terkadang bila menunggak 3 bulan, punya uang untuk 2 angsuran pun bisa diterima dengan catatan khusus. Tidak usah 'jiper' dulu, seseram-seramnya mereka, itu hanya penampilan saja ko'.
5. Over Credit
Over credit atau oper alih kendaraan bisa jadi salah satu alternatif yang "menguntungkan" bila kita dalam keadaan terdesak dan tak mampu lagi mencicil. Dengan catatan, angsuran yang sudah masuk sudah lumayan jumlahnya. Carilah orang yang bersedia menerima limpahan kendaraan kita dengan "harga" yang sudah disepakati.
Pilihlah oper alih resmi yang diketahui oleh pihak leasing sehingga memudahkan orang yang meneruskan angsuran saat mengambil BPKB nanti. Ingat, kita sudah di"tolongin", maka jangan merepotkan orang tersebut dengan segala hal yang berbau administratif ketika pengambilan BPKB.
Oh ya, saya ada cerita nih sebagai penutup. Suatu hari, saya menerima tamu di ruangan saya bekerja. Seorang ibu tua berbaju lusuh yang cukup ringkih dengan anak laki-lakinya usia 20-an. Mereka adalah customer "bed debt" yang motornya akan segera ditarik hari itu juga karena sudah menunggak 3 bulan.
"Saya mohon sama Ibu supaya motor anak saya jangan ditarik dulu...saya bawa uang untuk 1 angsuran, Bu. Kemarin yang nagih nggak mau nerima. Mohon Ibu terima dulu yah..."
"Tapi ibu sudah menunggak 3 bulan dan janji bayarnya selalu meleset. Ibu harus melunasi semuanya berikut denda bila motornya tidak mau ditarik. Maaf ya, Bu. Sudah peraturan perusahaan. Saya hanya menjalankan pekerjaan saja."
Ibu itu menangis lalu bercerita tentang anaknya yang cuma bisa ngojek sebagai pencari nafkah satu-satunya di keluarga mereka. Sudah tiga bulan, sejak ada trayek baru angkot ke perumahan biasa anaknya mangkal, penghasilannya berkurang drastis. (Duh, andai saja dulu sudah ada GoJek yah, pasti anak ibu itu saya referensikan untuk melamar ke sana)
Entah mengapa naluri "iba" tiba-tiba muncul di hati saya, padahal ibu ini hanyalah customer 'macet' ke sekian ratus yang pernah saya tangani di kantor dan biasanya saya bergeming saja. Selama berkutat di divisi collection, saya seolah dididik untuk "kejam" dan tidak mudah iba. Bertolak belakang sekali dengan pekerjaan awal saya sebagai customer service.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya saya berikan surat "istimewa" untuk menerima uang yang 1 bulan itu dan memberi nafas lagi. Bila meleset, maka ibu itu harus mengikhlaskan motornya dikembalikan pada perusahaan. Ibu itu hampir saja cium tangan saya untuk mengucap terima kasih karena motornya tidak jadi ditarik hari itu.
Tak lama setelah kejadian itu, saya menulis surat resign pada kantor. Saya putuskan berhenti walau saya belum dapat pekerjaan baru. Saya "keukeuh" dengan keputusan saya walau dari pihak managemen pusat mengiming-imingi jabatan sebagai kepala cabang di kota X ketika tahu saya mau resign.
COP berupa Avanza/Xenia (standar untuk kepala cabang saat itu) dan berbagai tunjangan serta fasilitas lain pun sudah menanti bila saya menerima tawaran itu. Bayangkan saja, pada usia yang belum genap 25 saya dapat kesempatan meraih karir setinggi itu. Logikanya, saya yang semasa kuliah pernah kerja cuci piring dan ngosrek WC di toilet restoran, pastilah akan tergiur.
Tetapi saya teguh pada keputusan saya. Sudah cukup saya bergelut di dunia leasing selama 3 tahun. Bukan saya tidak butuh lagi pekerjaan. Hati sayanya saja yang sudah tidak nyaman lagi. Benar kata senior-senior saya, dunia leasing itu "panas", hahaha...dan saya tidak mau lama-lama "hangus" di sana walau kemapanan karir sudah di depan mata.
Satu pesan saya untuk para pembaca yang mungkin baru pertama kali berniat untuk mengambil kendaraan dengan sistem cicilan:
Hari ini kita mungkin punya uang yang cukup untuk uang muka atas kendaraan yang kita butuhkan. Penghasilan pun cukup untuk membayar cicilan per bulan. Tetapi kita tidak pernah tahu nasib kita beberapa tahun ke depan, apakah kita masih kuat/mampu untuk membayarnya? Jadi pikir baik-baik dan kompromikan dengan keluarga juga.
Bila memang sangat membutuhkan kendaraan, baca dengan jelas perjanjian kredit plus addendum (tambahan pasal) yang tulisannya menggunakan font super kecil itu. Teliti lagi isi surat perjanjian yang berlembar-lembar itu sebelum membubuhkan banyak tanda tangan dan paraf.
Mohon diperhatikan sekali soal ini, sebab bukan tidak mungkin salah satu pasal yang pernah kita tanda tangani sebagai tanda mengerti dan setuju, suatu saat nanti akan menjadi bumerang untuk kita. So, be wise and aware aja ya.
--
Salam hangat pagi dan selamat beraktivitas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H