Belanja di Pasar Cara Saya Penuhi Gizi Keluarga
Biaya makan keluarga agar cukup gizi terutama untuk anak-anak ini memang terasa mahal. Bila melihat kondisi finansial saat itu yang cukup minim, rasanya sudah hampir menyerah untuk bisa memberi anak-anak makanan yang sehat dan bergizi.Â
Namun, saya ingat, beberapa kali pernah mengikuti seminar-seminar tumbuh kembang anak, yang kembali menyadarkan saya bahwa masa depan anak tidak bisa dikorbankan. Saya seolah tertampar.Â
Akhirnya, saya kembali mencoba mengatur ulang keuangan keluarga lebih teliti lagi. Saya menempatkan biaya makan anak sesuai dengan kebutuhan gizinya pada prioritas utama pengeluaran keluarga.Â
Satu hal yang saya yakini adalah kecukupan protein anak. Saya harus memastikan anak-anak tetap mendapat asupan protein hewani dari telur, ikan dan susu. Meski dengan konsekuensi, saya harus memangkas pengeluaran saya yang lain seperti skincare meskipun biarpun mamak-mamak harus tetap kece kan.
Bagi saya yang paling terasa memang pengeluaran untuk membeli susu anak. Jujur saja, saya sempat memilih dan membandingkan sekian jenis mereka susu dan mencari mana yang paling ekonomis.Â
Tentu saja dengan mengecualikan susu kental manis. Meski jenis susu ini harganya paling ekonomis, tapi secara kandungan sangat tidak memenuhi kebutuhan gizi anak.Â
Cara lain yang saya lakukan adalah mengakali biaya yang mahal, saya sengaja pergi ke pasar pagi-pagi sebelum adzan Subuh supaya dapat sayuran, buah dan lauk pauk dengan harga yang jauh lebih murah karena pada jam tersebut biasanya yang belanja para tukang sayur.Â
Sering pula saya mendapat sayur, buah dan lauk pauk dengan harga miring karena penghabisan, daripada enggak laku lebih baik dijual balik modal saja, begitu ujar pedagang langganan saya.
Hidup di kota besar dan lingkungan yang cukup padat penduduk, saya tidak memiliki pekarangan atau lahan yang bisa ditanami sayur mayur atau dijadikan kolam ikan sebagai sumber lauk hewani.