Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Diet Kantong Plastik, antara Membentuk Kebiasaan dan Peluang Usaha Kreatif

24 Maret 2019   21:45 Diperbarui: 25 Maret 2019   15:37 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
travel.tribunnews.com/nyoobserver.wordpress.com

Bukan hanya alasan menyayangi para penyu yang tidak bisa mengenali mana yang benar makanan mereka dan mana yang ternyata seonggok plastik yang merupakan sampah hasil cemaran manusia. Lebih dari itu, adalah alasan yang amat mulia yakni dalam rangka menyelamatkan bumi kita dari timbunan sampah plastik yang tidak dapat terurai sekalipun dalam waktu puluhan tahun lamanya. 

Di banyak kota di Indonesia telah diterapkan peraturan bagi mini market atau toko-toko lainnya untuk tidak menyediakan kantong plastik bagi para pelanggannya. Pembeli sedikit dipaksa untuk menggunakan kantong belanja yang dibawanya sendiri, atau terpaksa membeli kantong belanja ramah lingkungan yang disediakan oleh toko, tentunya dengan harga yang tidak terbilang murah. 

Upaya ini memang menjadi arahan resmi dari pemerintah daerah setempat, salah satunya di Kota Hujan, Bogor, agar para pedagang tidak lagi menyediakan kantong plastik. Tindakan ini didukung oleh para pelaku niaga dengan benar-benar tidak menyediakan kantong plastik seraya memampang papan pengumuman Peraturan Pemerintah Daerah di meja kasir.

Berangkat dari hal tersebut, saya melihat adanya dua hal yang dapat saling mendukung dalam kebaikan, yang pertama adalah tentang pembiasaan bagi diri masyarakat agar senantiasa membawa kantong belanja sendiri tentunya yang ramah lingkungan, saat ingin berbelanja ke manapun dan di manapun. 

Hal tersebut dapat mendukung ke perihal ke dua yaitu adanya peluang usaha pembuatan kantong belanja ramah lingkungan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk milenial yang kini populasinya merajalela. Di era modern seperti saat ini akan selalu hadir beragam peluang kerja baru dari setiap pengurangan atau pengikisan pekerjaan lama yang memang harus berlalu.

Pembentukan budaya hidup yang peduli akan lingkungan ini memang tidak mudah sekalipun telah ada imbauan dari pemerintah. Pasalnya ini dalah pekerjan rumah yang cukup berat karena harus mengubah kebiasaan setiap individu. 

Terlebih lagi bagi pribadi-pribadi yang merasa membeli kantong belanja senilai Rp 5.000,- per kantong bukan sebuah masalah yang besar, atau membeli kantong plastik senilai Rp 2.00,- dirasa masih sangat terjangkau.

Bagi sebagian orang mungkin tidak ada masalah saat berbelanja di mini market harus mengeluarkan biaya lagi untuk pembelian kantong plastik, namun sungguh ada dampak negatif menanti setelahnya, selain pola hidup positif yang belum juga terlatih, serta potensi gundukan sampah plastik yang tentunya akan semakin meninggi.

Mengubah gaya hidup manusia memang tidak mudah walaupun telah dibayang-bayangi kemungkinan yang buruk jika kebiasaan tersebut terus dilakukan. Pengetahuan tentang apa yang akan terjadi dengan bumi kita jika terlalu banyak sampah plastik dan juga hal buruk apa yang akan menimpa populasi penyu jika masih banyak plastik berserakan di habitatnya, mungkin belum cukup mampu menggerakkan paham antiplastik. 

Di banyak daerah juga sudah tumbuh bermacam-macam gerakan membersihkan sampah plastik di pantai misalnya, serta sudah banyak juga komunitas-komunitas pemerhati lingkungan khususnya terkait sampah plastik.

Namun sepertinya gerakan positif seperti itu harus terus ditularkan ke seluruh penjuru masyarakat agar yang memiliki pemahaman tentang bahaya sampah palstik bukan sebagai kelompok saja.

Sebuah gerakan tanpa adanya dukungan tentu akan sulit jalannya, demikian pula dengan inovasi yang diluncurkan di tengah masyarakat yang budayanya tampak belum siap. Satu hal penting yang sesekali perlu ditanyakan adalah, apakah masyarakat kita sudah siap dengan mengubah kebiasaan hidup tanpa plastik atau minimal mengurangi? 

Jika sudah mencoba, apakah siap dengan yang namanya konsistensi? Jika jawabannya adalah belum, maka dibutuhkan gerakan yang lebih luas lagi agar memasyarakatkan "no plastic" dapat semakin efektif. Pemerintah sudah berperan dengan baik sekali, sekarang giliran masyarakatnya yang perlu menyadari.

Setelah terbentuk kebiasaan untuk mengurangi sampah plastik yang dalam artikel ini difokuskan pada kantong belanja, maka secara bersamaan akan terbuka peluang usaha baru yaitu memproduksi kantong belanja ramah lingkungan. Penggunaan barang-barang bekas atau mengolah bahan-bahan yang dapat digunakan kembali untuk dijadikan kantong belanja merupakan salah satu cara cerdas yang dapat dilakukan. 

Pola hidup masyarakat kota besar seperti Bogor ataupun DKI Jakarta yang terbilang cukup konsumtif sesungguhnya dapat disikapi dengan positif untuk meraih keuntungan materi, tetapi kesempatan ini hanya dapat diambil oleh mereka yang cepat tanggap dan pandai melihat peluang.

Selain itu, memproduksi kantong belanja yang terbuat dari bahan-bahan daur ulang juga merupakan bentuk dukungan kepada pemerintah atas himbauan yang telah digaungkan. 

Menjadi milenial yang menyangi lingkungan sekaligus cerdas menyikapi peluang mungkin hanya ada dalam diri sebagian orang. Lantas, apakah kamu termasuk di dalamnya? Yuk segera ambil bagian!

(dnu, ditulis sambil makan sate kambing campur kecimpring sama onde-onde, 24 maret 2019, 21.27 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun