Mohon tunggu...
Dewinta Putri Cahyaningtyas
Dewinta Putri Cahyaningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Teknik Kelautan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Perubahan Iklim Wilayah Pesisir

13 Oktober 2021   18:24 Diperbarui: 30 Oktober 2021   00:45 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perubahan iklim merupakan salah satu dampak dari pemanasan global. Perubahan iklim dapat diartikan sebagai fenomena peningkatan suhu global dari tahun ke tahun akibat efek rumah kaca. 

Mereka menyerap sinar panas, yaitu sinar inframerah yang dipancarkan oleh bumi, yang menyebabkan perubahan iklim di iklim global. 

Perubahan iklim mengacu pada variasi kondisi iklim rata-rata suatu tempat atau variabilitasnya yang signifikan secara statistik selama periode waktu yang lama. Selain itu, juga dijelaskan bahwa perubahan iklim mungkin disebabkan oleh proses alam internal. atau ada kekuatan eksternal atau aktivitas manusia yang terusmenerus mengubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan. 

Perubahan kondisi fisik atmosfer bumi meliputi suhu dan distribusi curah hujan, serta mencairnya es di kutub yang berdampak luas di berbagai wilayah, termasuk kenaikan muka air laut.

Naiknya permukaan air laut disebabkan oleh meningkatnya suhu global bumi atau yang biasa disebut dengan pemanasan global. Kenaikan permukaan laut ini menyebabkan luas daratan menyusut, mengancam kehidupan manusia. Menurut Alfian (2013) tercatat bahwa Indonesia memiliki luas wilayah 7,7 juta km2, yang terdiri dari 1,9 juta km2 daratan dan 5,8 juta km2 perairan. Sebagai negara kepulauan, oleh karena itu 75,32% wilayah Indonesia merupakan zona rawan, berbatasan langsung dengan samudra Hindia dan samudra Pasifik (Khasanah & Marzuki, 2017).

Kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim merupakan masalah serius bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Naiknya muka air laut dapat menyebabkan rendahnya daerah, banjir dan resapan air Selain itu, kenaikan muka air laut berdampak signifikan terhadap konteks sosial ekonomi, infrastruktur dan lingkungan nasional, serta ancaman penurunan permukaan tanah di sekitar wilayah pesisir, yang telah menjadi rumah bagi sekitar 75% dari populasi kawasan Asia-Pasifik. adalah rumah bagi lebih dari setengah populasi dunia(Handoko et al., 2020).

Permukaan laut rata-rata global meningkat pada tingkat perkiraan 1,6 hingga 1,9 mm per tahun selama abad ke-20, sebagian besar disebabkan oleh perubahan iklim antropogenik. Kehidupan di wilayah pesisir juga dapat berisiko terkena banjir akibat gelombang badai dan pasang surut air laut. Intensifikasi badai tropis kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan iklim. Proyeksi model iklim menunjukkan bahwa intensitas badai akan meningkat di abad ke-21, dengan kecepatan angin yang lebih merusak, gelombang badai yang lebih tinggi, dan tingkat curah hujan yang lebih ekstrem daripada badai yang diprediksi sebelumnya.

Kenaikan permukaan laut yang ekstrem dan banjir menimbulkan ancaman bagi kota-kota pesisir. Tujuh kota Asia yang merupakan pusat ekonomi dan terletak di sepanjang atau dekat pantai berpotensi terkena dampak banjir pesisir ekstrem pada tahun 2030 dengan karbon (BAU). 

Contohnya adalah ibu kota Indonesia yaitu Jakarta yang terletak di pantai barat laut Jawa di muara Sungai Ciliwung di Teluk Jakarta. Terletak di dataran banjir yang rendah dan datar, ketinggian Jakarta berkisar antara 2 sampai 50 meter dengan ketinggian rata-rata 8 meter di atas permukaan laut Tiga belas sungai mengalir melalui Jakarta, membuat kota ini rawan banjir karena drainase tersumbat karena drainase yang tidak memadai.

Setiap tahun, Jakarta mengalami bencana banjir akibat hujan deras, aliran sungai yang deras, dan air pasang. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia memperingatkan potensi gelombang tinggi dan kenaikan permukaan laut atau banjir rob hingga 4 meter, terutama di pantai utara Jakarta. Tanah Jakarta rata-rata 1 sampai 15 sentimeter per tahun. wilayah Jakarta tenggelam antara 3 dan 4,1 meter, terutama di wilayah pesisir.Sebagian Jakarta bisa terendam seluruhnya pada tahun 2050.

Masyarakat mendorong tindakan iklim yang lebih cepat dan lebih ambisius dan menyerukan kepada pemerintah untuk berkomitmen pada 'nol bersih' pada tahun 2050 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 C di atas tingkat pra-industri, seperti yang ditunjukkan oleh IPCC dalam publikasinya " Laporan Khusus Pemanasan Global 1,5C". 

Mereka meminta pemerintah untuk memberikan rencana implementasi dengan solusi konkret dan dapat dicapai, seperti menghapus penggunaan rumah tangga secara bertahap dan membiayai industri bahan bakar fosil dan beralih ke ekonomi energi terbarukan. Para pemimpin di seluruh Asia harus bertanggung jawab untuk memenuhi tujuan iklim internasional untuk mencapai lintasan 1,5 C untuk melindungi ekonomi, melindungi kehidupan dan mata pencaharian masyarakat mereka, dan membantu melestarikan keanekaragaman hayati .

Berdasarkan visualisasi spasial data, terlihat bahwa Laut Jawa bagian selatan memiliki kenaikan muka air laut yang lebih tinggi dari yang lain. Kenaikan muka air laut yang terjadi dominan di daerah yang dekat dengan daratan. Hal ini dipengaruhi oleh angin muson. 

Menurut (Bima et al., 2014), sistem monsun di perairan Pulau Jawa bagian selatan dicirikan oleh pembalikan arah angin secara musiman yang menyebabkan pola pergerakan badan air yang berbeda.Kenaikan muka air laut pada musim barat lebih besar di daerah yang dekat dengan pantai daripada di laut lepas, tidak seperti pada musim timur.

Surabaya yang merupakan kota pesisir terletak pada daerah dengan topografi landai di mana dominasi ketinggian daerah Surabaya di atas permukaan laut berkisar antara 03 m di Surabaya sampai dengan 2,5 cm/tahun dan rata-rata kenaikan muka air laut di Kota Surabaya adalah sekitar 10mm/tahun Kondisi ini membuat beberapa wilayah Kota Surabaya yang berbatasan dengan pesisir berpotensi terjadi banjir terutama pada ketinggian air laut, musim hujan pada bulan Januari dan puncak musim kemarau pada bulan Januari dan Agustus.

Adaptasi masyarakat terhadap bencana dan kenaikan muka air laut di setiap daerah berbeda Kearifan lokal, tingkat pengetahuan dan kapasitas masyarakat terhadap risiko dan dampak perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut memengaruhi kerentanan mereka terhadap bencana yang akan ditimbulkan. 

Di sisi lain, perencanaan Pembangunan wilayah yang ditetapkan saat ini juga memengaruhi kerentanan terhadap risiko perubahan iklim pada masa depan di kawasan pengembangan tepi laut Kota Surabaya, menjadi faktor penting untuk dapat menghubungkan respons dan strategi pembangunan. pembangunan infrastruktur dan perencanaan tata guna lahan saat ini, serta menggambarkan secara rinci perkiraan manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan adaptasi tersebut(Besari & Fajarwati, 2014).

Prioritas strategi adaptasi rumah tangga adalah gotong royong kebersihan saluran drainase dan tanggul permukiman, menabung dan mempersiapkan kebutuhan logistik, serta meninggikan rumah dan atau lantai bangunan. Tindakan adaptasi yang dilakukan pemerintah saat ini masih bersifat penanganan fisik seperti peninggian jalan permukiman, pembangunan tambat labuh nelayan, revitalisasi saluran drainase, serta pembangunan pompa dan pintu air.

Berdasarkan analisis hasil pengolahan data elevasi menggunakan Topex/Poseidon dan Deret Jason dengan menghilangkan sinyal periodik menggunakan dekomposisi tren musiman berbasis, dapat disimpulkan bahwa laju kenaikan muka air laut di Indonesia adalah +4,6 mm/ tahun. 

Nilai kecepatan positif ini menunjukkan bahwa permukaan air laut di Indonesia akan terus meningkat, sehingga diperkirakan akan terjadi perendaman di beberapa wilayah Indonesia. Oleh karena itu, rencana pengelolaan harus dikembangkan sebelum bencana terjadi(Ariani, 2018).

Dalam banyak kasus, di negara berkembang seperti Indonesia, terdapat kota-kota besar yang berisiko tinggi terkena banjir, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Makassar. Risiko dan kerentanan fisik di wilayah pesisir biasanya disertai dengan pengurangan risiko dan kerentanan terhadap perubahan Iklim di kota-kota besar biasanya kekurangan sumber daya yang signifikan, seperti sumber daya keuangan, manusia dan kelembagaan, serta akses ke informasi yang relevan.

Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi dampak tersebut adalah melalui perencanaan manajemen pesisir. Perencanaan manajemen pesisir yang terpadu dengan mempertimbangkan program pembangunan dan kearifan lokal adalah jalan alternatif yang baik untuk dilaksanakan. 

Proses awal dalam manajemen pesisir tersebut dapat dilakukan dengan pengenalan tentang kondisi wilayah dan risiko bencana dari daerah yang bersangkutan. 

Menurut Undang-Undang No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana seperti yang terurai dalam Pasal 21 Poin C dinyatakan bahwa Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam hal pengaturan, menetapkan dan menginformasikan tentang peta risiko(Susanto & Mardiatno, 2010).

Ditahun 2100, muka air laut diprediksikan akan mencapai 1,8 m. Hal ini memiliki dampak sebagai berikut(Sihombing et al., 2012) :

1. Berkurangnya daratan seluas 417,9 ha atau 0,3% dari luas wilayah daratannya

2. Terganggunya Kegiatan sosial ekonomi masyarakat setempat

3. Terjadinya perubahan garis pantai

4. Terganggunya jalur transportasi

Dengan demikian perlu adanya upaya dalam mengantisipasi dampak naiknya muka air laut, yang berupa upaya mitigasi dan adaptasi. Upaya mitigasi dan adaptasi dapat dilakukan dengan cara, antara lain membangun struktur pelindung pantai, meninggikan bangunan dan jalan serta melakukan pengurugan. Ini adalah kerangka waktu di mana perencanaan, perancangan dan pengembangan harus mulai dilakukan. 

Indonesia merupakan negara yang luasannya wilayahnya didominasi oleh perairan, karena itu pembangunan berbasis kearah laut merupakan solusi terbaik yang harus dipertimbangkan. Perairan di Indonesia dapat dimanfaatkan agar menjadi zona yang produktif yaitu sebagai tempat bermukim masyarakat modern. Karena untuk mempersiapkan masa depan, kita tidak harus melihat keterbatasan yang ada, namun pada kesempatan yang dihadirkannya(Nastiti, 2017).

Referensi

Ariani, R. (2018). Analisa Kenaikan Muka Air Laut di Perairan Indonesia Menggunakan Data Altimetri Topex/Poseidon dan Jason Series Tahun 1993 - 2018.

Besari, M. G. H., & Fajarwati, A. (2014). Adaptasi masyarakat terhadap kenaikan muka air laut di kawasan pengembangan waterfront kota surabaya. Jurnal Bumi Indonesia, 3(1), 1--8.

Handoko, E. Y., . Y., & Ariani, R. (2020). Analisis Kenaikan Muka Air Laut Indonesia Tahun 1993-2018 Menggunakan Data Altimetri. Geoid, 15(1), 58. https://doi.org/10.12962/j24423998.v15i1.3958

Khasanah, U. N., & Marzuki, M. I. (2017). Analisis Kenaikan Muka Air Laut Menggunakan Data Altimetri untuk Aplikasi Mitigasi Perubahan Iklim di Wilayah Pengelolaan Perikanan ( WPP ) 573. Seminar Nasional Penginderaan Jauh Ke-4 Tahun 2017, 2013, 265--270.

Nastiti, A. H. (2017). Hunian Terapung Sebagai Solusi Kenaikan Muka Air Laut di Jakarta.

Sihombing, W. H., Suntoyo, & Sambodho, K. (2012). Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Jurnal Teknik ITS, 1, 166.

Susanto, K. E., & Mardiatno, D. (2010). PROYEKSI KENAIKAN PERMUKAAN LAUT DAN DAMPAKNYA TERHADAP BANJIR GENANGAN KAWASAN PESISIR. Majalah Geografi Indonesia, 24(2), 101--120.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun