Meski sudah menjalankan usaha ini selama lebih dari dua dekade, Ibu Sitinah masih memiliki mimpi besar. “Saya ingin punya tempat yang lebih besar, biar pelanggan bisa makan dengan lebih nyaman,” ungkapnya.
Ketika ditanya apa yang membuatnya terus bertahan, jawabannya sederhana namun penuh makna. “Saya hanya ingin membuat orang bahagia. Melihat mereka makan sate dengan senyum, itu sudah cukup buat saya,” ujarnya.
Bagi banyak orang, sate mungkin hanya makanan biasa. Namun, bagi Ibu Sitinah, setiap tusuk sate adalah cerita tentang perjuangan, dedikasi, dan cinta. Aroma bumbu kacang yang khas bukan hanya hasil dari campuran bahan, tetapi juga hasil dari kerja keras dan ketulusan hati.
Di bawah langit malam Yogyakarta, warung kecil Ibu Sitinah menjadi tempat di mana orang-orang menemukan lebih dari sekadar makanan. Mereka menemukan inspirasi dari seorang perempuan yang tak pernah menyerah pada keadaan. Ibu Sitinah, dengan segala kesederhanaannya, mengajarkan bahwa ketekunan dan kerja keras akan selalu membawa hasil yang manis, sama seperti rasa sate buatannya yang tak pernah gagal memanjakan lidah.
Ketika malam semakin larut, warung sate itu tetap memancarkan kehangatan. Orang-orang yang datang silih berganti membawa cerita mereka sendiri, dan Ibu Sitinah menjadi bagian kecil dari kebahagiaan itu. Di balik setiap tusuk sate, tersimpan kisah perjuangan yang menginspirasi siapa saja yang mendengarnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI