Simbah nampak terdiam lama dengan pertanyaan polosku. Tak lama ia tersenyum sambil memandangku.
"Nduk, gunanya jalan di sisi kiri ya.... biar nggak kecelakaan. Itu yang jelas. Tapi, Simbah nggak cuma berhenti pada itu saja. Kamu paham maksud Simbah?" Tanyanya sambil memandangku. Dan aku ragu-ragu membalas pertanyaannya.
"Jadi, kita kadang lupa, berjalan pada sisi yang tepat. Kita lupa, aturan-aturan yang sudah dibuat. Kita tidak mengindahkan hal-hal yang benar. Kita sudah sering menerjang pagar-pagar, yang akhirnya membahayakan diri sendiri."
*
Aku mengayuh sepeda menuju sanggar lukis sambil mengenang masa itu. Simbah mengajarkanku tentang kehidupan dengan hal-hal kecil di sekitarku. Mengajarkan kepekaan dari masalah-masalah kecil hingga besar. Dan rupanya itu adalah pesan terakhir sebelum ia dijemput malaikat bersayap putih.
Senja masih menyisakan kisah-kisah. Mengerlingkan mata yang ingin dipahami oleh insan-insan. Bersama tiupan-tiupan lembut angin pantai, menggelorakan sisi-sisi dedaunan yang masih segar dalam naungan mentari. Simbah, di sana kau berada.Yang rupanya masih selalu mengawasiku dari angkasa, apakah aku masih berjalan di sisi kiri.
Yogya,7.12.20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H