Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Apa saja yang memotivasi kita, menyemangati kita setiap waktu untuk tetap konsisten melakukan kegiatan menulis. Menulis sebagai katup pelepasan (katarsis) dari kegundahan dan kegembiraan hati (Ayah Tuah, 2020). Selain sebagai katarsis diri juga bermanfaat bagi orang lain (Budi Susilo, 2020). Siapa tahu dengan membaca tulisan kita, bisa menginspirasi orang lain melakukan hal-hal yang positif.
Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri kita. Ada bermacam-macam faktor eksternal yang bisa menjaga nyala api menulis kita. Di sini saya akan membahas dua faktor eksternal yang menjadi pengalaman saya pribadi.
Yang pertama, berada di dalam lingkungan yang mendukung dunia Menulis.
Sejak masih dini, tepatnya ketika usia kanak-kanak, ayah saya memperkenalkan budaya membaca. Dengan membaca, akan memperkaya wacana menulis.Â
Hingga saat di bangku Sekolah Dasar, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba mengarang dalam acara Porseni (Pekan Olah Raga Dan Seni) tingkat Kecamatan. Menjadi salah satu juaranya, meski bukan juara pertama, memacu semangat untuk terus berkarya lewat tulisan.
Di bangku sekolah SMP Â dan SMA, bertemu dengan guru bidang studi Bahasa Indonesia yang menyenangkan ketika mengajar, mendapat PR (Pekerjaan Rumah) menulis kisah fiksi dan non-fiksi dengan apresiasi pada setiap tulisannya, adanya wadah Mading (Majalah Dinding) yang menampung hasil tulisan siswa, dan berteman dengan teman sekolah yang sama-sama menyukai Menulis merupakan lingkungan yang mendukung dunia menulis.Â
Oh ya, ada 2 teman saya yang sama-sama suka menulis saat SMA. Yang satu, pecinta puisi. Karena kami sekelas, kami sering bertukar puisi atau membuat puisi bersama di atas sehelai kertas tisu. Lalu menyalinnya di sebuah buku sebelum kertas tisu itu hancur. Yang kedua, pecinta Cerpen. Meski kami berbeda kelas, namun karena rumah kami searah, kami membahas alur cerita dalam perjalanan pulang sekolah sambil bersepeda.
Di bangku kuliah, saya juga tergabung dalam kepengurusan Buletin, majalah bulanan berskala lokal lingkup kampus tempat saya menimba ilmu. Sedikit banyak jadi belajar tentang hal tekhnis, bagaimana proses perencanaan, pengkoordiniran, dan  penerbitan buletin hingga  distribusi buletin sampai di tangan pembaca. Sebuah proses yang berulang dalam hitungan bulan. Dan itu cukup menarik buat saya.
Selesai kuliah, dan memasuki dunia kerja, sempat dunia menulis tak terjamah. Hingga saya bertemu dengan seorang kawan (yang tak mau disebut namanya... berasa seperti Voldemort-nya Harry Poter saja, hehehe) yang mengapresiasi puisi iseng saya yang terunggah di Facebook. Selain itu, saya juga bertemu dengan Ari Budiyanti, yang memperkenalkan saya pada Kompasiana dan Mas Warkasa, yang memperkenalkan saya pada Secangkir Kopi Bersama. Dua lingkaran inilah yang menjadi lingkungan menulis saya saat ini.
Selain berada dalam lingkungan yang mendukung dunia menulis, faktor eksternal kedua untuk menjaga nyala api menulis adalah apresiasi, dukungan dan motivasi dari orang-orang di sekitar kita.
Di dalam keluarga, ayah adalah seseorang yang mendukung dan mengapresiasi setiap pencapaian saya dengan hadiah buku. Itu adalah hadiah berharga yang beberapa diantaranya masih tersimpan sampai sekarang.