Mohon tunggu...
Dewi Laxmi
Dewi Laxmi Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga

Membaca, memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salah Memilih

1 Desember 2022   20:48 Diperbarui: 1 Desember 2022   20:57 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah Memilih

Waktu itu, hasrat ingin mempunyai menantu di benak Asih begitu menggebu-gebu. Sebenarnya Asih tak banyak memilih. Asalkan anak perempuan itu baik dan menyayangi Indra---putranya,  cukuplah baginya. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. 

"Ayah, Ibu ini Mahira. Insyaallah calon istri saya."

Gadis bermata sedikit sipit dan berkulit kecoklatan itu mengambil tangan Asih untuk diciumnya. Asih terpana. Perempuan berusia 45 tahun itu langsung berkhayal jika nanti Indra dan Mahira menikah.  Karenanya tak menunggu waktu lama, Asih pun melamar perempuan muda itu untuk anaknya. 

"Ibu senang kalian sudah menikah. Rumah Ibu pasti akan bertambah ramai," ujar Asih dengan mata berbinar.

Indra dan Mahira saling berpandangan. Asih melihat ada raut yang berbeda yang tiba-tiba hadir di wajah cantik Mahira.

"Maaf Bu. Sepertinya aku harus tinggal di rumah Mahira. Karena memang tradisi keluarganya seperti itu. Mereka tetap berkumpul walaupun sudah menikah. Kan rumah orangtuanya besar."

Perkataan Indra bagai petir. Hati Asih tersentak.

"Tapi Nak, rumah kita juga besar. Kamu anak Ibu satu-satunya. Kamu tega meninggalkan Ibu?"

Dengan suara parau Asih mengutarakan keinginannya. Maman---sang suami, membuang napas dengan kasar. Dia melihat raut kesedihan pada wajah istrinya.

"Maafkan kami, Bu sepertinya tak bisa,"  ucap Indra lagi.

Asih tertunduk. Tak ingin dia mengomentari apa yang diucapkan anaknya lagi. Hatinya beristighfar, menahan agar air mata yang sudah di permukaan ini tak jatuh ke pipi.

***

Kala itu malam mulai larut. Namun, di atas meja makan masih tersaji tumpeng nasi kuning yang dibuat untuk mensyukuri rumah tangga anaknya yang berumur tiga tahun. Dilihat kembali HP-nya, tak ada jawaban dari pertanyaan tentang keberadaan anak dan menantunya itu.

"Bu, lihat nih!" Tiba-tiba Maman berteriak dan memperlihatkan status WA dari Mahira.

Air mata Asih jatuh. Kali ini dia tak bisa membendungnya lagi.

"Nak, kenapa kami dibedakan? Tak pantaskah kami ikut merayakan hari bahagiamu bersama keluarga besar istrimu?" batin Asih sambil berjalan menuju kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun