Asih tertunduk. Tak ingin dia mengomentari apa yang diucapkan anaknya lagi. Hatinya beristighfar, menahan agar air mata yang sudah di permukaan ini tak jatuh ke pipi.
***
Kala itu malam mulai larut. Namun, di atas meja makan masih tersaji tumpeng nasi kuning yang dibuat untuk mensyukuri rumah tangga anaknya yang berumur tiga tahun. Dilihat kembali HP-nya, tak ada jawaban dari pertanyaan tentang keberadaan anak dan menantunya itu.
"Bu, lihat nih!" Tiba-tiba Maman berteriak dan memperlihatkan status WA dari Mahira.
Air mata Asih jatuh. Kali ini dia tak bisa membendungnya lagi.
"Nak, kenapa kami dibedakan? Tak pantaskah kami ikut merayakan hari bahagiamu bersama keluarga besar istrimu?" batin Asih sambil berjalan menuju kamar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H