Hadiah paling berharga menurutku adalah saat diajari membuat kompos. Aku sangat antusias karena sampah organik di rumah yang sudah aku pilah, kalau dibuang ke tempat sampah perumahan akan digabung lagi oleh petugas kebersihan saat pengakutan ke TPA.Â
Aku belum berkenalan dengan cara membuat kompos.Â
Sekarang aku jadi tahu membuat ember komposter secara sederhana. Ember bekas cat dilubangi dan ditaruh di halaman rumah yang masih berupa tanah. Sampah organik hijau sejumlah 1 bagian dan sampah organik coklat 3 bagian, selang-seling ditimbun. Isi ember sampai penuh dan jangan lupa dibolak-balik setiap satu atau dua pekan.Â
Ada kalimat penyemangat dari teh Jade, "Tak ada kompos yang gagal." Oke deh! Aku jadi tambah semangat memilah dan mengolah sampah organik. Apalagi di halaman rumah ada pohon mangga, tanjung, kelor, dan kamboja yang daun keringnya ternyata adalah bagian utama dari proses membuat kompos. Wuihhh ... Bagaikan punya harta karun, tapi tak pernah digunakan sebelumnya. Dulu daun kering itu aku buang ke tempat sampah. Sekarang tentu tidak lagi.
Aku juga jadi tahu cara membuat sabun lerak dan bio enzime dari kulit buah. Baru pekan ini aku mencoba membuat bio enzime, semoga berhasil. Semangat untuk mengkonsumsi lebih banyak bahan pangan alami dari pada olahan agar tak banyak sampah plastik dalam kehidupan kita.
Ada artikelku tentang pohon kelor di sini: 'Daun Kelor Kaya Manfaat'. Selain itu aku jadi ada ide juga menanam ubi jalar, tapi yang dikonsumsi adalah daunnya. Nah, hadiah lain yang aku bawa pulang adalah bibit pohon pepaya Jepang. Aku berjanji akan barter dengan bibit pohon kelor, insyaallah ...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H