Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Toko Merah Legendaris di Kota Tua Jakarta

21 Juli 2023   19:53 Diperbarui: 25 Juli 2023   06:22 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang yang terik di Jakarta tak menyurutkan semangatku menuju Kota Tua Jakarta. Sungguh suhu hari ini membuat banyak orang memilih ngadem saja di rumah. Aku sebenarnya hanya berniat membeli mukena untuk Teteh, anakku bungsu yang akan segera masuk ke pesantren. Pusat Grosir Cililitan (PGC) sengaja aku pilih sebagai tempat belanja karena dekat sekali dari rumah. Cukup naik Mikrolet 06A tak lebih dari 10 menit sudah sampai. Jaraknya hanya sekitar satu kilometer saja.

Tak lebih dari seperempat jam, mukena putih polos sudah terbeli. Tetiba Teteh berbisik, "Bu ... Kita jalan-jalan yuk!" Aku berhenti sejenak dan menatap wajahnya. "Hhhmmm ... Teteh kepingin ke mana?" tanyaku. Dia cuma senyum. Iiihhh ... Aku gemes dong cuma dikasih senyum gitu. "Mau ke mana nih?" tanyaku lagi. "Ke mana saja boleh ... Yang penting kita jalan bareng pakai TJ ya Bu," kata Teteh.

Aku dengan cepat menganggukkan kepala. Lalu memutar badan kembali ke arah halte TransJakarta PGC luar. Di sini ada banyak rute yang bisa dipilih. Lucu juga sih Teteh memilih TJ pertama yang datang. Kebetulan tertulis PGC - Juanda. Nah ... Rute ini rasanya kok baru? Tapi mungkin saja pengganti Harmoni yang sedang direnovasi.

Kunjungan Singkat di Kota Tua Jakarta

Akhirnya aku dan Teteh sampai di halte Monas dan berganti menuju ke Jakarta Kota. Aku ajak Teteh turun di halte Kali Besar Barat. Unik sekali desain halte yang tepat berada di sisi kali. Atapnya melengkung seperti lengkungan stasiun kereta Jakarta Kota. Aku senang melihat kali yang telah direvitalisasi ini bersih sekali. Malah ada taman dan bisa duduk santai dibangku yang disediakan oleh Pemerintah Ptovinsi DKI Jakarta.

Kota Tua Jakarta memang menyimpan banyak bangunan dengan desain unik dan tentu saja legendaris. Salah satunya adalah bangunan Toko Merah yang berada tepat di seberang halte TJ. Toko Merah merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda yang terletak di tepi barat Kali Besar, Kota Tua Jakarta. Bangunan yang dinding luarnya atau fasede berwarna merah ini dibangun pada tahun 1730. Keren sekali loh! Ternyata ini adalah salah satu bangunan tertua di Jakarta. Ciri khas warna merah pada bangunan ini yang menjadikan bekas kediaman Gubernur-Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff terkenal dengan sebutan Toko Merah. Woowww ... Menarik sekali. Teteh langsung minta difoto dengan latar bangunan bersejarah ini.

Toko Merah telah dijadikan Bangunan Cagar Budaya berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tanggal 29 Maret Tahun 1993. Setelah sekian lama terabaikan, akhirnya Toko Merah direstorasi pada tahun 2012 dan sekarang Toko Merah menjelma menjadi 'function hall' yang dapat dijadikan sebagai tempat konferensi dan pameran.

Teteh berjalan menyebarang jembatan menuju koridor ke arah Museum Fatahillah atau Museum Jakarta. "Eeehhh ... Perutku kenapa keroncongan gini?" kataku kepada Teteh. Tak sengaja sudut mataku melihat ada penjual kerak telor. "Waaahhh ... Pucuk dicinta kerak telor pun tiba ha3 ..." ledek Teteh sambil tertawa.

Aku segera memesan kerak telor makanan khas Betawi ini dengan pilihan telor bebek. Aroma arang berpadu dengan wangi bumbu serundeng. Resep kerak telor sebagai berikut :

Resep Kerak Telor

Bahan-bahan: 100 gr beras ketan putih, rendam semalaman dan jangan buang airnya, 4 butir telur bebek, 5 sdm ebi, sangrai dan haluskan (bisa diblender), 100 gr kelapa parut, garam dan gula secukupnya.

Bumbu halus: 4 siung bawang merah, 3 siung bawang putih, 5 buah cabai merah, 1/2 sdt lada, 2 cm kencur, 1 cm jahe.

Cara membuat:

1. Buat serundeng terlebih dulu. Tumis bumbu halus dengan api sedang sampai wangi kemudian campur dengan kelapa parut, ebi, gula, dan garam.

2. Jika sudah mengeluarkan aroma khas serundeng, angkat dan sisihkan.

3. Gunakan panci yang memiliki wadah cekung. Panaskan terlebih dahulu lalu tuang 1-2 sdm beras ketan putih dan air

4. Rebus dan tutup kuali hingga air agak mengering.

5. Di wadah lain (mangkuk), tuang 1 telor bebek, 2 sdm serundeng, dan ebi halus. Kocok dan tuang di atas kuali.

6. Balikkan wajan sehingga menghadap bara api. Biarkan selama beberapa saat hingga kerak telor berwarna kecokelatan.

7. Sesudah matang, beri taburi serundeng dan bawang goreng. Kerak telor khas Betawi  siap disajikan!

Setelah makan kerak telor, aku mengajak Teteh berkeliling kawasan Kota Tua Jakarta. Ada satu tempat kuliner yang asyik di sini namanya Kedai Seni Djakarte. Bangunan kuno yang digunakan juga bergaya kolonial dengan dua lantai. Jendela berwarna hijau tampak cantik berpadu dinding putih bersih. Nah ... Kedai ini selalu memasang bendera merah putih. Waaahhh ... Perlu diberi acungan jempol nih.

Teteh mampir di Kedai Seni Djakarte yang berada tepat di sebrang Museum Fatahillah.

Di sisi Selatan terdapat bangunan yang mirip dengan Istana Dam di Amsterdam. Didirikan pada tahun 1707 -- 1712. Pada tahun 1974 bangunan ini diresmikan oleh Ali Sadikin sebagai museum sejarah kota Jakarta dengan nama Museum Fatahillah. Di sekitar taman Fatahillah banyak penyewaan sepeda antik. Harga sewanya murah meriah Rp. 25.000,- sudah satu paket dengan dua buah topi cantik.

Berkunjung ke Masjid Al-Azhar

Oya ... Kali ini Teteh hanya sebentar saja di Kota Tua Jakarta, karena ingin segera shalat ashar di Masjid Al-Azhar. Senangnya TJ tidak terlalu penuh sehingga bisa duduk sampai di halte depan masjid. 

Masjid Al-Azhar Kebayoran Jakarta. Sumber dokumen pribadi.
Masjid Al-Azhar Kebayoran Jakarta. Sumber dokumen pribadi.
Pada tahun 1960 Prof. Dr. Mahmoud Syaltout (Rektor Universitas  Al-Azhar Mesir) dalam kunjungannya ke Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, memberikan kuliah umum kepada jamaah masjid, dan memberi nama "Al-Azhar" kepada Masjid ini, yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama "Masjid Agung Kebayoran Baru". 

Prasasti cagar budaya. Sumber dokumen pribadi.
Prasasti cagar budaya. Sumber dokumen pribadi.

Masjid Al-Azhar telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 2021. Bangunan yang didirikan oleh Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar pada tanggal 19 Nopember 1953 dan selesai dibangun pada tahun 1958. Silakan mampir membaca Kenangan indah di Masjid Al-Azhar. 

Syarat-syarat sebuah bangunan ditetapkan sebagai cagar budaya tersebut adalah berusia 50 tahun atau lebih serta mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun. Bangunan tersebut harus memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan. Tidak semua bangunan bersejarah yang berada di Provinsi DKI Jakarta dapat ditetapkan sebagai bangunan yang dikategorikan cagar budaya karena tidak memiliki kriteria-kriteria seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2020. Tim Ahli Cagar Budaya akan melakukan sidang penetapan status apakah objek yang diajukan layak atau tidak untuk ditetapkan sebagai cagar budaya dalam bentuk rekomendasi teknis.

Desain bangunan masjid ini menurutku memenuhi kriteria sebagai ramah lingkungan. Walau di luar udara terasa panas terik, namun di dalam terasa sejuk dan nyaman. Masjid ini tak menggunakan pendingin udara buatan (AC). Tapi desain bangunan dengan jendela besar yang berada di sisi kiri, kanan, depan, dan belakang membuat udara mengalir dengan leluasa. Ada angin semilir berhembus perlahan yang membuat anti gerah. Cukup dengan tambahan kipas angin yang lebih hemat energi.

Kubah dengan lengkungan yang tembus cahaya dan jendela besar yang selalu terbuka lebar memberikan akses cahaya masuk leluasa ke dalam ruangan. Cahaya alami ini membuat ruangan di dalam masjid tetap terang tanpa harus menyalakan lampu pada siang hari. Tampak dalam foto di bawah bagian kubah dengan kisi-kisi jendela kaca yang menjadi semacam lampu alami. Indah sekali ...

Cahaya dan udara alami di dalam ruang utama Masjid Al-Azhar. Sumber dokumen pribadi.
Cahaya dan udara alami di dalam ruang utama Masjid Al-Azhar. Sumber dokumen pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun