Di sepanjang jalan Braga terlihat banyak lukisan yang dipajang berjejer. Â Ada lukisan pemandangan, lukisan benda, lukisan kaligrafi sampai lukisan manusia. Hadirnya para seniman lukisan berdampak pada munculnya bentuk ekonomi kreatif lain di sana, seperti halnya fotografi dan kuliner.Â
Baca juga: Congo Sensasi Kuliner di Galeri Seni
Teteh yang juga memiliki hobi melukis tentu sangat senang berlama-lama menatap berbagai lukisan sambil berjalan perlahan -kadang berhenti sejenak dan memberi komentar. "Bu ... Bagus ini lukisan bunga tulipnya. Aku mau coba ya ..."Â
Aku tertarik untuk duduk sejenak di bangku depan sebuah bangunan yang bertuliskan Gas Block 1930. Sebelum dirubah fungsinya, bangunan ini merupakan gedung Perusahaan Gas Negara (PGN) hasil rancangan R.L.A. Schoemaker. Bangunan terletak di jalan Braga dibangun pada tahun 1919. Saat ini bangunan diberi nama The Gas Block Braga 1930 yang difungsikan sebagai hotel dan restauran.Â
Jalan-jalan pun dilanjutkan menuju Gedung Merdeka yang terletak di Jalan Asia Afrika Nomor 65 Bandung. Gedung ini dibangun pertama kali pada tahun 1895 sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Eropa, terutama Belanda, yang tinggal di Bandung dan sekitarnya. Banyak di antara mereka adalah pengusaha kebun teh dan opsir Belanda. Perkumpulan yang dikenal dengan nama Societeit Concordia pada tanggal 29 Juni 1879.
Sehubungan dengan keputusan pemerintah Indonesia (1954) yang menetapkan Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Societeit Concordia terpilih sebagai tempat berlangsungnya konferensi. Kegiatan ini berlangusng pada tanggal 18 sampai 24 April 1955. Gerakan Non-Blok pertama ini adalah momen sangat penting dalam sejarah politik luar negeri Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H