Rindu Baitullah demikian rasa dalam rongga jiwa tak mampu ku jelaskan dengan kata-kata. Ribuan kilometer dari bumi persada Indonesia tak menyurutkan niat untuk menjejak memenuhi undangan dari Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi. Perjalanan di langit berkendara pesawat Saudi Airlines ku tempuh dalam waktu 9 jam lebih non stop Jakarta menuju Jeddah.
Bandara King Abdul Aziz dengan payung-payung putih besar menyambutku dengan ramah, walau tak begitu mudah memahami berbagai instruksi dalam bahasa Arab. Maklum saja ... Aku tak fasih menggunakan bahasa yang seharusnya dipelajari sama baiknya dengan bahasa Inggris ini. Terselip sedikit penyesalan mengapa tak menjadi pelajaran utama padahal setiap hari kita membaca Al-Qur'an yang jelas-jelas menggunakan bahasa Arab.
Kisah ibadah haji ini aku tuangkan kembali untuk mengenang dan memotivasi diri sendiri agar terus berusaha memperbaiki amal selagi masih diberi kesempatan hidup oleh Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa. Kita tidak tahu kapan akan berakhir tugas di dunia fana ini bukan? Bukan soal usia atau siapa lahir lebih awal. Kematian bisa menjemput siapa saja dan di mana saja ... Maka, persiapkanlah dengan sebaik-baiknya.
Kembali pada kisahku saat memasuki Kota Makkah yang indah. Suasananya tentu sangat berbeda dengan Kota Jakarta dan kota-kota lainnya di negara tercinta. Sepanjang jalan latar pemandangannya adalah gurun pasir, bukit dan gunung batu, sedikit sekali tampak pepohonan. Sesekali saja aku bisa melihat unta-unta sedang digembalakan. Entah apa yang mereka makan? Tak tampak rumput hijau sedikitpun ... Subhanallah ...