Berkunjung ke Kota Semarang tak seru jika hanya menikmati gedung Lawang Sewu dan kuliner di Simpang Lima. Ada destinasi wisata unik nan eksotik yang harus dikunjungi. Yup! Betul sekali. Kota Tua Semarang yang telah direvitalisasi menjadi indah dan menarik hati.
Aku mencoba mengelilingi kawasan yang terdiri dari beragam bangunan tua dengan gaya kolonial yang apik. Sepeda aku pinjam seharga Rp 20.000 perjam. Teteh, anakku bungsu juga ikut semangat gowes di pagi hari yang cerah ditemani sinar mentari dan hembusan angin sepoi-sepoi.Â
Trotoar lebar dibangun untuk pejalan kaki dan pesepeda. Aku merasa nyaman dan aman gowes di sini karena ternyata kawasan ini juga bebas kendaraan bermotor pada beberapa sisinya. Jadi tidak ramai lalu lalang kendaraan membuat kegiatan gowes semakin asyik. Apalagi banyak latar bangunan yang patut diabadikan sebagai kenangan. He3 ... Berkali-kali aku berhenti mengayuh pedal untuk berfoto.
Penerangan jalan berupa lampu dengan tiang tinggi berwarna hijau tua dihias warna keemasan nampak gagah berjejer rapi sepanjang trotoar. Tempat duduk terbuat dari besi dan kayu berada di berbagai titik agar pengunjung bisa beristirahat sambil menikmati suasana tempo dulu. Seperti Gedung Marba, yang diyakini didirikan pada 1894 selalu menjadi tempat berfoto favorit para pengunjung. Â Juga Gereja Blenduk yang dibangun pada tahun 1753 selau dijadikan latar foto para pengunjung dengan berbagai pose.
Walau ada kritik dari pegiat sejarah tentang makna revitalisasi yang dikaitkan dengan beberapa ornamen di kawasan Kota Tua Semarang yang dinilai tidak pas, tapi menurutku upaya untuk menjaga, melestarikan, dan mengembalikan kejayaan kawasan ini bisa dibilang sukses.
Sebelum revitalisasi, kawasan ini terkesan kumuh dan agak mengerikan. He3 ... Lorong-lorongnya kotor dan tidak terawat. Bangunan dipenuhi tumbuhan rambat. Dan ...Maaf kadang bau pesing sesekali menyeruak.Â
Memang tidak mudah menerapkan secara utuh konsep revitalisasi suatu kawasan. Apalagi setengah bangunan di sini milik swasta. Tak semua pemilik bangunan mau merenovasi dan memperbaiki untuk kepentingan umum jika tak mendapatkan untung. Begitulah faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi kebijakan tata kota. Pemerintah harus pandai menjalin komunikasi dengan masyarakat akan pentingnya jejak sejarah. Juga nilai yang jauh lebih tinggi akan tercapai ketika kawasan sudah tertata dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H