Sejak kemarin siang hingga pagi tadi, WhatsApp Group yang beranggotakan para ibu yang punya hobi menulis di blog memperbincangkan kata-kata yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Salah satu temanku sedang kesal dengan anaknya yang berusia sekitar 13 tahun karena tetiba menggunakan kata 'aing' saat mengobrol dengan teman sebayanya di teras rumah.
Begitu juga temanku yang tinggal di Yogyakarta, bercerita dia sampai diskusi panjang kali lebar dengan anaknya yang kuliah di Bandung, saat kedapatan berkata 'aing' saat bertelepon dengan teman kuliahnya. Santai saja anaknya beralasan hal itu biasa kok ... Itu hanya cara bercakap dengan bahasa gaul. Tidak bermaksud kasar juga, begitu katanya.
"Anak saya, pas pulang liburan semester. Tiba-tiba saya dengar dia bicara di telpon dengan temannya.... Nyebut kata aing. Saya benar-benar terkejut. Bisa-bisanya dia bicara kasar. Saya langsung tegur dia. Tapi dia jawab dengan santai, teman-temannya pun bicara gitu."
Temanku melanjutkan, "Bukan berarti yang lain lakukan itu lalu menjadi baik untuk diikuti ya !" Ya ampun. Susah benar meluruskannya."
Nah ... Aku jadi penasaran gimana tanggapan anakku yang juga mahasiswa dan sedang kuliah di Bandung. Ini pendapat anakku : " Sebetulnya kadang kata 'aing-maneh' kurang proper gitu sih aslinya. Kurang sopan dan gak  enak didengar aja sama warga Bandung, Apalagi suka kedengaran gitu logatnya kurang Bandung. Lebih sopan lu gua bahkan kadang-kadang."
Ada temanku yang menanggapi : "Ya... berarti masuk ke dalam bahasa pergaulan. Tapi kan aneh kalau jadi resmi dibakukan.
Sebab asal kata daerahnya bermakna tidak sopan. Masak sih.. bahasa Indonesia menyerap kata-kata yang tidak sopan?"
Kata bahasa Sunda 'aing' saat ini  semakin sering digunakan penutur bahasa di luar bahasa Sunda sebagai kata ganti pertama menggantikan 'aku' atau 'gua'. Penggunaan 'aing' dalam bahasa Indonesia ragam percakapan menimbulkan perdebatan sebab dalam tatakrama bahasa Sunda termasuk ke dalam jenis bahasa kasar.
Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Gugun Gunardi, M.Hum., mengatakan, kata 'aing' boleh digunakan penutur bahasa Sunda maupun di luar Sunda selama konteks komunikasi dilakukan dengan penutur lain yang berusia sama. "Bahasa kasar bisa menjadi halus bergantung pada intonasi yang digunakan," kata Gugun saat diwawancarai Kantor Komunikasi Publik Unpad. Sumber https://www.unpad.ac.id/2021.
Paguneman adalah dialog atau percakapan dua arah, antara dua orang atau lebih yang saling bertanya jawab, dan kalimat yang digunakan adalah kalimat langsung. Dalam paguneman bahasa Sunda, unsur pilihan kata terkait dengan penggunaan ragam bahasa Sunda yang tepat. Dalam bahasa Sunda ada dua ragam bahasa yaitu yang disebut ragam basa hormat / lemes (halus) dan ragam basa loma (akrab atau kasar).
Basa loma adalah tatanan bahasa atau kalimat yang digunakan kepada teman sebaya yang dianggap sudah akrab (loma). Satu hal yang perlu diingat, kata 'aing' sangatlah tidak sopan bila diucapkan kepada seseorang yang lebih tua. Kata 'aing' hanya boleh digunakan pada sesama teman sebaya atau yang sudah akrab. Seabgaimana kita pun tidak menggunakan kata 'gua' ataupun 'elu' kepada seseorang yang lebih tua atau seseorang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi dari kita bukan?
Seperti contoh percakapan berikut : "Kamari aing nyobain kopi di Kaffe Cisitu, meni enak pisan euy!" (Kemarin gua nyobain kopi di Kaffe Cisitu, enak banget loh!). Atau obrolan ini, "Aing lieur euy ... Â Loba tugas kuliah, hayang jalan-jalan heula." (Gua pusing nih ... Banyak tugas kuliah, pingin jalan-jalan dulu."). Jadi konteksnya memang ragam percakapan sehari-hari kepada teman akrab atau sebaya yang juga menggunakan ragam bahasa yang sama.
Kadang teman kita tidak terbiasa mengatakan 'aing' walaupun dia orang Sunda asli. Bisa jadi di rumah mereka atau dalam keluarga besarnya pantang mengatakan hal tersebut. Jadi ya ... Tempatkan dengan benar kata-kata yang akan diucapkan. Jangan sampai salah mengucapkan kepada orang yang tidak tepat. Bisa-bisa kita dicap orang yang tidak punya sopan santun.
...
Contoh percakapan dalam bahasa Sunda yang menggunakan kata 'abdi' bukan 'aing' sebagai kata pengganti 'saya'. Penyebutan nama lawan bicara menggunakan nama (Lia dan Nita) juga kata ganti  'salira' untuk 'kamu'.
Lia: "Assalamu'alaikum..?"
Nita: "Wa'alaikum salam, eh aya Lia mangga ka lebet?"
Lia: "Enya Mangga, hatur nuhun.."
Nita: "Sisinanteneun, aya naon nya?"
Lia: "Ah heunte, kaleresan wae tadi ngalangkung ka dieu, sabab tos lawas tilawas teu papendak sareng Nita."
Nita: "Enya kamana wae atuh salira Lia? asa nembe katinggali deui, atos liburan sakola kamana emangna?"
Lia: "Abdi pan tos saminggu ngendong di bumi aki abdi di lembur, nya sakalian wae liburan sakolana diditu Nit."
Nita: "Dimana ta nya?"
Lia: "Di Jalaksana, Kuningan."
Nita: "Geuning tebih og nya, kumaha salira reseup teu liburan sakola diditu Lia?" (
Lia: "Alhamdulilah, oh nya! Ari salira liburan sakola ieu kamana wa Nit?"
Nita: "Lamun abdi mah di bumi wa, sabari ngabantosan pun bapa icalan di warung"
Lia: "Oh nya! Ieu sakantenan ngalangkung kaembutan bad masihan sakedik buah tangan ieu kanggo Nita."
Nita: "Naon ieu? bet sagala ngarpotkeun kitu! Haturnuhun nya kanggo oleh-olehna Lia?"
Lia: "Enya sami-sami, abdi moal lami nya bilih engkin kabujeng hujan."
Nita: "Naha nggal-nggalan teuing atuh?"
Lia: "Pan teu nyandak payung, bilih engkin kabujeng hujan"
Nita: "Nya atuh, ari kitu mah"
Lia: "Mangga, abdi permios heula?"
Nita: "Mangga.."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H