Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Senja Syahdu di Masjid Nabawi

6 April 2021   12:36 Diperbarui: 7 April 2021   08:34 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat jingga di palataran masjid Nabawi (dewilailypurnamasair.wordpress.com)

Kalian tahu mengapa waktu senja selalu dinanti banyak orang ? Senja kala mentari hendak menyelesaikan tugas beratnya menerangi siang. Mentari meninggalkan jejak indah, semburat jingga. Perlahan mengantar siang kepada malam. Selimut kehidupan, gelap menyelubungi kelelahan dan kepayahan. 

Aku dan si bungsu Teteh, bergegas keluar dari kamar hotel menuju lift setengah tua. Kecil ukurannya cukup untuk  6 orang saja. Sedikit berderak ... Menyisakan rasa gentar, jangan-jangan mogok. Namun ... Bismillah, semua akan baik-baik saja. Ya ... Hotel tempat kami menginap bintangnya hanya tiga. Sengaja kami mengambil paket hemat saat menunaikan ibadah umroh tahun 2017. Bersyukur Allah berikan rezeki hingga bisa berangkat bertiga, sebagai hadiah Teteh telah khatam Al Quran dan menyelesaikan hafalan juz 30.

Usia Teteh baru 10 tahun, ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah suci. Sedang celotehnya tentang keinginan untuk berkunjung ke Baitullah dan masjid Nabi sudah lama sekali. Seingatku sejak Teteh sekolah TK dan melihat Mas (anakku kedua kelas 5 SD) melakukan simulasi manasik haji di Asrama Haji Pondok Gede.

Allah mengijabah doa Teteh. Setelah transit hampir 4 jam di bandara Muscat, Oman dan total penerbangan 12 jam, sampailah kami di bandara Madinah. Suasana bandara Muscat sangat lengang. Mungkin karena kami tiba tengah malam. Nah ... Di bandara Madinah menjelang dini hari, sudah lumayan ramai. Lama juga kami berdiri, mengantri untuk sampai loket pemeriksaan dokumen.

Aku dan Teteh mendapat sedikit masalah, ketika paspor kami dibawa petugas untuk dikonformasi lebih jauh. Entah apa yang menjadikan mereka harus melakukan sesi wawancara singkat kepadaku dan Teteh.

Inti percakapan kami, meminta Teteh menjawab apakah benar aku ini ibunya ? Waaahhh ... Ada-ada saja, apakah wajahku kurang meyakinkan sebagai ibu seorang anak usia 10 tahun. Petugas bertanya dalam bahasa Inggris, jadi Teteh bisa menjawab dengan tegas. Aku pun menambahkan bahwa benar ini anak saya, namanya Maryam Aliyya Al Kindi. Ooohhh ... Petugas malah tersenyum dan bilang, 'Bagus sekali namamu, Maryam'. Kami pun mengucapkan terimakasih dan sedikit berlari mengejar rombongan yang sudah lolos lebih dulu. Ustadz dan bahkan suamiku saja tidak tahu menahu kalau aku dan Teteh tertahan di meja petugas.

Insiden berikutnya ... Ternyata rombongan sudah tak ada satupun di ruang lobby. Mereka sudah menuju bis. Suami baru sadar kalau aku dan Teteh tak ada didekatnya. Ustadz dan seorang yang ternyata mahasiswa S2 di Madinah (menjadi guide kami selama Umroh) berusaha kembali ke arah teras bandara, dekat pintu keluar. Aku sudah di dekat pintu keluar dan melambaikan tangan segera menyusul mereka.

Aaahhhh ... Sport jantung nih. Ku lihat wajah Teteh tenang saja. Setelah duduk manis di bis, aku tanya, 'Teh ... Kamu kok tenang- tenang saja ?' Dia jawab, 'Kan ibu yang ajari aku jangan panik, oke!'. Aku tersenyum lebar. Tadi yang panik luar biasa adalah suamiku. Dia sempat menegur kami disangkanya kami santai-santai dan tidak fokus mengikuti rombongan. Padahal kami ditahan petugas sebentar saja ... Mengetahui itu suamiku minta maaf.

Selama 3 hari di Madinah, suamiku meminta ijin untuk bisa beribadah lebih sendirian saja. Dia tahu, aku dan Teteh akan butuh waktu istiraha lebih banyak. Jadi ... Senja ini pun aku dan Teteh berdua saja menuju masjid Nabawi. Gate 7 adalah patokanku untuk memasuki pelataran masjid. Sejajar dengan bagian belakang, tempat jamaah bisa dengan leluasa melihat kubah hijau. Istimewanya lagi, jalur hotel hingga gate 7 melewati dua masjid yang juga bersejarah. 

Masjid Ghamamah, artinya mendung. Mengapa diberi nama demikian ? Dahulu Rasulullah SAW pernah sholat Ied dan ada awan mendung yang selalu berada di atas area masjid ini. Teteh senang dengan masjid berpelataran luas ini karena banyak burung merpati jinak. Masjid Abu Bakar dengan desain unik, walau kecil juga kami lewati. 

Aku dan Teteh, saat di masjid Nabawi qadarullah tidak sempat masuk ke raudhah. Namun kami sempat berkeliling seluruh area pelataran masjid di sisi luar. Kami melewati gerbang depan, ke arah pemakaman baqi, lalu area belakang dan sisi sejajar gate 7. Apa sebab kami tidak sempat ke raudah ? Selain harus mengantri di jam tertentu, ternyata Teteh beberapa kali selepas shalat subuh bila harus menanti masuk raudhah badannya tidak fit. Lapar dan mengantuk sepertinya. Total waktu mengantri juga hingga 2 jam. Teteh belum mampu. Sedang siang hari ba'da shalat dzuhur juga butuh istirahat, dan selepas shalat isya, Teteh juga kepingin segera tidur. Beruntunglah suamiku yang lebih leluasa untuk bisa shalat di dekat pintu masuk raudhah. Dia berkali-kali berhasil menuju ke sana. 

Senja hari menanti kumandang adzan shalat maghrib adalah waktu yang mempesona. Langit Madinah tampak indah. Pernah aku dan Teteh sengaja shalat di pelataran masjid Nabawi, karena melihat begitu banyak ibu-ibu dengan balita dan anak seumuran Teteh juga shalat di pelataran. Ramai ... Balita berceloteh dan sesekali menangis. Anak-anak berlarian, bercanda, tertawa sambil mengunyah cemilan. Ada air tumpah, yoghurt berceceran, remahan kue, dan biji kurma terserak. 

Aaahhh ... Suasana dan sisi lain ibadah. Ibu-ibu ini mungkin tidak khusyuk ketika shalat. Namun ... Pastilah Allah tetap memberikan pahala terbaik-Nya. Mereka bersusah payah menenangkan bayi yang menjerit-jerit. Akhirnya jurus maut dikeluarkan. Bayi itupun tenang bahkan tertidur ... Ya, ibu itu memberikan ASI kepada bayinya padahal takbiratul ihram telah terdengar dari pengeras suara. Allahu Akbar ...

Ada lagi ibu di depanku harus shalat sambil menggendong balitanya yang merengek dan menarik-narik jilbab panjangnya. Berdiri, ruku, i'tidal, duduk di antara dua sujud dan tahiyat pun balitanya tetap gelendotan manja. Aku jadi kurang khuyuk melihat seorang ibu membatalkan shalatnya karena mengejar anaknya yang berlari ke arah luar area shalat perempuan. Subhanallah ...

Indahnya kehebohan itu tak dialami oleh bapak-bapak bukan ?

...

Masjid Nabawi menyimpan kisah, betapa mulianya Nabi Muhammad SAW bersikap terhadap perempuan dan anak-anak. Saat shalat Rasulullah SAW mempercepat shalatnya dengan memperpendek bacaan bacaan ayat-ayat Al Quran. Sahabat bertanya, ada apakah gerangan ? Ternyata Beliau mendengar tangis bayi. Masya Allah ... Shalat dipercepat karena memberikan kelonggaran waktu agar si ibu bisa segera menenangkan bayinya.

Banyak kisah mulia lainnya, betapa Rasulullah SAW dengan akhlaknya yang sangat mulia, memperlakukan dengan baik perempuan dan anak-anak. Menghormatinya dan memberikan ruang untuk bisa bermanfaat bagi sesama. Akan aku ceritakan kisah Rasulullah SAW mendudukkan Fatimah, anak perempuan kesayangannya dipangkuannya di dalam majelis terhormat, di antara para sahabat. Itu untuk meruntuhkan stigma bahwa memiliki anak perempuan adalah aib, begitu adat jahiliyah berurat akar di kalangan Quraisy dan banyak tempat di dunia. Bahkan di kerajaan Romawi dan Persia pun perempuan ditempatkan sangat rendah. Islam menjadi jalan bagi perempuan untuk kembali menduduki posisi terhormat.

...

Senja terakhir di Madinah, aku dan Teteh menikmatinya dengan sepenuh rasa syukur. Semoga kelak dilain waktu, Allah perkenankan kami kembali ke sana. Aamiin ya Rabbal'alain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun