Hari Ibu yang diperingati tanggal 22 Desember seharusnya menjadi momen mengungkap pesona kebaikan dari para perempuan. Kali ini aku ingin menuliskan kisah para perempuan undercover, terabaikan bahkan kadang kita tak peka mereka ada. Kontak komunikasi yang tak lebih dari 10 menit telah menggoreskan kenangan dan pelajaran berharga. Sejatinya menemukan mutiara kehidupan itu bisa dari siapa pun.
Aku tetiba tersaput haru. Hampir saja air mataku jatuh. Saat melihat Ibu pedagang asongan ini sedang belajar membaca Al Quran di selasar Stasiun Solo Balapan. Ibu dengan kain jarik batik ini menjual oleh-oleh khas seperti karak, keripik usus, kerupuk rambak, dan cemilan lainnya. Ketika sepi pembeli, dia melanjutkan belajar lagi membaca Kitabullah, walau terbata. Namun tampak semangatnya membara.
Kebetulan aku perlu sebotol air mineral. Jadilah aku membeli sambil meminta ijin untuk mengambil fotonya. He3 ... Bersyukur dia mau dijepret. Pelajaran penting yang aku dapat dari kejadian ini adalah belajar bisa di mana saja. Belajar tak terbatas usia. Tak ada alasan tak mau belajar untuk mencintai Al Quran. Bukan hasil akhirnya ... Tapi dari proses itulah Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia akan melimpahkan karunia-Nya.
Malu sangat bila kita yang diberi kelapangan, kelonggaran, kemampuan, bahkan kelebihan untuk belajar Al Quran tapi menyia-nyiakannya.Â
Kejadian lain yang juga membuat hati ini membuncah haru adalah saat tiba di Stasiun Kejaksan Cirebon. Begitu keluar gerbang ada seorang nenek penjual salak. Tampak segar dan besar-besar buah kesukaanku itu.Â
Aku pun mendekat dan menanyakan harganya. Nenek ini duduk bersimpuh tanpa terpapar terik matahari. Tapi wajah keriputnya tersenyum ke arahku. Matanya ramah. Tak nampak lelah. Duuuuhhh ... Aku saja yang melihatnya rasa tak tega.
Akupun membeli sekilo dan menyerahkan uangnya. "Tak usah kembalian Nek ...", kataku. Waaaahhh ... Tak disangka, dia memegang tanganku dan menarik kantong plastik yang kupegang. Dia masukkan lagi beberapa buah salak. "Ini Neng ... Kelebihan uangnya". Ya Allah Yang Maha Baik lagi Maha Pemurah berkahilah rezeki nenek penjual salak ini.Â
Peristiwa itu membuatku berpikir ulang tentang makna kaya. Nenek ini sungguh sangat kaya. Senyum kepada saudaramu adalah sadaqah. Betapa dia telah banyak bersadaqah karena kepada setiap pembeli selalu dihadiahi senyum. Sejatinya Nenek ini sungguh beruntung karena tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Walau secara usia sudah renta tapi tak mau meminta-minta. Tetap semangat mengais rezeki untuk diri-sendiri. Tak menyusahkan orang lain.Â