Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kita Berhaji ?

23 September 2015   14:45 Diperbarui: 24 September 2015   11:21 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan ini kemarin dikemukakan Ustadz Farid Otbah saat mengisi kajian di bilangan Cibubur. Beliau juga menanyakan siapa diantara hadirin yang sudah menunaikan ibadah haji. Ada yang menjawab 'karena itu kewajiban salah satu rukun Islam'. Jawaban lainnya 'beribadah haji karena diperintahkan Allah'. Ustadz meminta hadirin untuk membuka Al Quran surat Al Hajj (22) ayat 27-28, Allah SWT berfirman : 'Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh: agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan, atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir'.

Jadi mengapa kita berhaji ? Adalah untuk memenuhi panggilan Allah. Benar adanya hal ini dan sungguh sesuai dengan lafadz talbiah yang senantiasa dikumandangkan oleh jamaah haji : 'Labbaika Allahumma labbaik ; Labbaika laa syarika laka labbaik ; Innal hamda wanni'mata laka walmulk laa syarii kalak'. Artinya Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah ... Tidak ada sekutu bagi-Mu; Sesungguhnya pujian dan nikmat adalah milik-Mu ; Tidak ada sekutu bagi-Mu.

Wukuf di Arafah waktunya tertentu. Tempatnya juga tertentu. Hamba-Mu tunduk dan patuh atas segala ketentuan ini. Saat matahari tepat di atas ubun-ubun. Sinar matahari terang benderang. Wajah tengah menatap langit.  Allah SWT menunjukkan kepada seluruh jamaah haji, inilah waktunya pintu-pintu langit dibuka. Doa-doa dipanjatkan, lalu para malaikat menjemputnya dan mengantarkannya menembus lapisan langit sampai di  singgasana-Nya ‘Arsy’ yang agung. Saat inilah dan di sinilah tempatnya : seorang hamba bertemu Tuhannya seolah tanpa hijab. Allahu Akbar …

Pengalamanku ketika menunaikan ibadah haji dan puncak haji 'wukuf di Arafah' pada tahun 2006 mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. Aku bersama rombongan kloter 77 berjalan kaki 21km (pp 42km) dari Makkah - Mina - Arafah - Mudzdalifah - Mina - Makkah untuk memenuhi panggilan-Mu Ya Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa. Meninggalkan anak-anak, rumah, keluarga, pekerjaan dan segala yang ada di tanah air karena sunggung ingin memenuhi panggilan-Mu Ya Rabbi ...

Aku berjalan menuju arah Timur, arah terbitnya matahari. Langit merah jingga biru menjadi latar menakjubkan bagi jutaan manusia berbalut pakaian ihram. Bertalbiyah, bergerak khusyuk menuju Tuhan Rabbil Alamin. Di sinilah … rasa betapa Allah SWT telah menggenggam seluruh jiwa dan raga. Saat berjalan mengejar matahari terbit, udara sejuk, suasana cerah ceria.  Tetapi … secara sunnatullah, ketika matahari semakin tinggi. Terik dan menyilaukan. Tak terasa wajah semakin menunduk. Inilah desain super canggih dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ketika hendak bertemu dengan Yang Maha Pencipta, tundukkanlah wajahmu!

Arafah nama sebuah tempat berkumpulnya jutaan manusia dan di sinilah puncak ibadah haji. Jamaah yang sakitpun dibawa ke Arafah dengan berkendaraan ambulance, berselang infus bahkan dibantu pernafasan dengan tabung oksigen. Di atas pasir gurun aku bersimpuh, bersujud, dan menengadahkan tangan. Ya Allah ... ampuni segala dosa hamba-Mu ini. Bukakanlah pintu ampunan-Mu dan masukkanlah aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. Ya Allah ... kumpulkanlah kelak hamba-Mu ini dengan para kekasih-Mu dan berilah hamba-Mu tempat yang terindah di surga-Mu, amin ... Sungguh bukti apalagi yang masih kita ragukan ? Allah SWT nyata keberadaannya. Menjelang maghrib, matahari tenggelam ke arah Barat. Ke sanalah aku bergerak menuju perbatasan Arafah, bersiap menuju Muzdalifah. Kejarlah cahayanya. Semakin di kejar semakin surut tertutup bukit-bukit padang pasir. Luar biasa … berbondong-bondong dalam gerakan yang sangat bergegas (nyaris terburu-buru, dengan langkah kaki yang panjang).

Jamaah haji  bergerak berdesakan berburu tempat di Muzdalifah. Gelap menyelimuti diri begitu tiba di Muzdalifah. Hotel bintang seribu menanti ku di sini. Mabit semalam berdinding gunung dan bukit, beralas pasir  dan bebatuan, berselimut udara 5 derajat celsius, juga dibelai angin gurun. Subhanallah … hati dan raga mana yang tak tersungkur, bersujud, memohon ampunan kepada Pemilik alam semesta. Pemilik diri ini. Apalah arti diri ini ? Kecil …  hanya debu di luasnya padang pasir …

Selepas Muzdalifah perjalanan dilanjutkan ke Mina untuk melempar jumrah selama tiga hari dan kembali ke Makkah untuk tawaf, sa'i, dan tahalul.

Alhamdulillah ... perjalanan Makkah-Mina-Arafah-Muzdalifah-Mina-Makkah akhirnya selesai aku jalani dalam keadaan sehat.

Silahkan mampir juga ditulisanku lainnya :

http://www.kompasiana.com/dewilailypurnamasari/ibu-membopong-bayinya-berjalan-kaki-menuju-arafah_55fe84305c7b611608bd5cd6

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun