Mataku tak mampu berkedip. Kantuk tak bertandang. Malam itu juga dokumen penting itu ku bedah. Pisaunya hati nurani terdalam yang telah lelah menyaksikan beragam ketimpangan. Gunting-nya mata dan telinga ku yang sehari-hari berteman dengan mang beca, mbok jamu, tukang sampah, penjual sayur, mbah pijet, mba pembantu, pa satpam, pengamen, supir angkot.Â
Coba renungkan fakta ini : Presiden lebih tinggi dari wakil Presiden; Gubernur lebih tinggi dari wakil Gubernur, Walikota lebih tinggi dari Wakil Walikota, Rakyat ? bukankah seharusnya lebih tinggi dari wakil Rakyat (Anggota Dewan itu loh!). Lucunya, mereka mereka-reka APBD yang memihak kepentingan pribadi, rakyat terabaikan. Contoh : ada anggaran Rp. 2,15 milyar untuk membeli kendaraan roda empat Walikota, wakil Walikota dan pimpinan DPRD, anggaran Rp. 750 juta untuk fasilitas rumah dinas wakil Walikota.Â
Rehabilitasi rumah dinas Walikota Rp. 150 juta dan rumah dinas ketua DPRD Rp. 200 juta. Lebih menggelikan lagi, ada tambahan anggaran Rp 75 juta dan Rp. 50 juta untuk garasi ketua DPRD. Peran perempuan dalam mencegah korupsi sangatlah penting. Kota Cirebon tahun 2010 mendapat gelar kota ter-korup. Sungguh tamparan telak!Â
Perjuangan kami, ternyata belum selesai. Perjungan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar -dengan berani melawan korupsi- butuh keberanian. Takutlah hanya kepada Illahi Rabbi. Gerakan perempuan anti korupsi sudah punya rumah di komunitas ibu-ibu anti korupsi berbasis media sosial facebook.Â
Silahkan mampir bila berkenan. Tapi khusus untuk perempuan ya ...Â
Aku berharap semakin banyak perempuan Indonesia yang dapat menjadi agen anti korupsi secara mandiri. Selamat berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H