Bambu yang digunakan untuk wadah alami membuat saya  serasa kembali ke masa lampau dimana belum adanya wadah dari piring keramik ataupun mangkok keramik. Dipaparkan oleh warga Desa Kemuning, bambu sebagai wadah gaplek mengisyaratkan ketika kita hidup berbuah kesabaran maka akan meninggal dengan wadah bersih dan dihiasi dengan senyuman.
Begitu dalam makna gaplek geprek ini diungkapkan bagian per bagian, dari seluruh rangkaian ini Desa Kemuning seolah memberikan sebuah nasehat bagi kami, untuk senantiasa mawas diri dan berbuat baik terhadap sesama sehingga kelak di akhirat kita mendapatkan tempat yang baik.Â
Oiya selain singkong olahan singkong juga dibuat menjadi lempeng telo dan tak ketinggalan tiwul serta ubi rebus yang merupakan khas Gunung Kidul juga ada lho, kita bisa membelinya disini untuk dijadikan buah tangan.
Tradisi Rasulan "Kembul Bujono" Di Desa Kemuning sajikan kelezatan ingkung dan nasi tiwul beserta ubo rampenya"
Kuliner traditional sekarang sedang menjadi "trend" di Indonesia baik menjadi wisata ataupun list menu yang dikemas mewah untuk sajian hotel. Selain geprek, lempeng telo , tiwul dan ubi tadi, Desa Kemuning juga menyajikan Ingkung ayam kampung lengkap dengan ubo rampenya. Lalu yang membedakan ingkung ini dengan ingkung lainnya apa guys?
Desa Kemuning nampaknya begitu kental mengadopsi unsur Jawa dalam setiap filosofi wisata dan kulinernya. Jika, Geplek Geprek dikemas dengan bambu mempunyai makna tentang kehidupan juga kematian, maka Ingkung memiliki makna kebersamaan serta tak luput dari kesan akan Tuhan.
Menikmati hidangan Ingkung dengan tradisi "Kembul Bujono"
Seperti kita ketahui di beberapa resto di Jogja menyediakan Ingkung, kita bebas memesan dan memakannya dalam porsi sendiri-sendiri. Menikmati makanan dalam porsi sendiri tentu berbeda kesan dengan menikmati makanan dengan istilah "kembulan".Â
Lho Apa itu "kembulan"? Inilah tradisi yang membedakan Ingkung di Desa Kemuning, cara menyantap Ingkung di Desa ini berbeda guys, mereka menyebutnya dengan tradisi kembul bujono, atau kalau bahasa mudahnya makan bersama-sama.Â
Pak Suhardi, warga Desa Kemuning menjelaskan bahwasanya tradisi ini dilestarikan guna  menghangatkan kebersamaan warga atau pengunjung dan menjalin tali silaturahmi satu dengan lainnya. Berada dalam satu nampan, kita mengambil secara "kembulan" (bahasa jawa makan bersama/ berbagi makanan).Â
Tradisi ini dilakukan setiap rasulan atau ketika kegiatan merti dusun berlangsung. Merti dusun sendiri dilakukan setiap setahun sekali setiap Rabu Kliwon, Rabu Kliwon dipercaya sebagai hari dimana do`a mustajab untuk dijabah Sang Maha Kuasa, diibaratkan di hari tersebut matahari "jejeg" selalu menyinari.Â
Tradisi kembul bujono juga dilaksanakan guna menikmati hasil panen bersama. Desa Kemuning sendiri merupakan desa yang mata pencahariannya didapatkan dari hasil bertani, satu pedukuhan di Desa kemuning terdiri dari 357 petani.
Kembali membahas mengenai kuliner Ingkung tadi, lalu apa saja sih ubo rampe yang terdapat dalam Ingkung ini?
Nasi tumpeng berbentuk kerucut dibuat dengan tangan merapat, hal ini mengingatkan kita untuk selalu menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kerucut sendiri merupakan simbol penghargaan atas kesejahteraan hidup dan pra lambang bahwa hidup kita akan semakin sukses.