"Disabilitas bukanlah keterbatasan, disabilitas merupakan keadaan seseorang untuk tepat mengembangkan potensi dan sigap membaca peluang."
Pagi itu, matahari masih redup, udara dingin mengitari sekujur tubuh saya, saat saya melaju dengan kecepatan 60km/jam menuju pasar kembang. Tepat 06.00 WIB saya sampai di pasar kembang, tak sengaja waktu saya sampai bebarengan dengan teman dekat saya Vi.
Dia turun dari sebuah motor matic yang dikendarai oleh abang gojeg dengan seragam dominan hijau.
"Hey, yang lain mana?", ujar saya sambil kebigungan mencari parkir dan yes... semua parkir masih tutup karena masih terlalu dini untuk buka lapak. Namun, saya dan Ko in nekat membuka gerbang dan tetap memarkirkan kendaraan kami di tempat parkir yang diberi nama Abu Bakar Ali.
Kami menunggu, berbincang sambil meneguk air dan menikmati kudapan sederhana. Tak lama kemudian, satu demi satu yang lain datang, dan kami lengkap memasuki mini bus dengan jumlah 12 orang plus bpk driver yang siap mengantar kami mengemban tugas.
"Penasaran nggak sih kita mau kemana?"
Singkat cerita, kami pekan lalu selain bersilaturahmi, 15 orang yang terpilih beruntung bisa ikut serta dalam program peduli. Program peduli kali ini berbeda dengan program Peduli pada umumnya.
"Lalu apa sih yang membuat berbeda?"
Pada tanggal 24 Oktober 2018 lalu, Program Peduli mengadakan acara Temu Inklusi tingkat nasional yang dihadiri oleh masyarakat dari 15 provinsi di Indonesia. Para peserta terdiri dari beberapa yayasan dan masyarakat Inklusi maupun masyarakat umum. Dengan Revolusi Mental Gerakan Indonesia Bersatu serta Mandiri.
"Semua orang akan mengalami disabilitas, seseorang dengan kebutuhan inklusif tak melulu merupakan bawaan lahir, akan tetapi lansia dan ketika kita menua kitapun akan mengalami disabilitas, oleh sebab inilah Mari sukseskan pengembangan desa Menuju Desa Inklusi, dimana tidak ada diskriminasi lagi yang ada hanya kolaborasi antara masyarakat umum dan masyarakat dengan kebutuhan khusus, baik dalam pekerjaan maupun strata social", ungkap Dra. Edi Supriyanti selaku staff kelurahan Plembutan
Acaranya apa saja sih kak?
Acara disana ada bazzar yang mengagumkan, dari kreasi anak-anak SLB seluruh Gunung Kidul. Kemudian ada juga sesi sharing, yang saya tangkap dari sesi sharing ini adalah mengenai keluhan para inklusi untuk meningkatkan ekono mi mereka.
"Sebenarnya untuk peraturan Gubernur tidak perlu kita risaukan, untuk saat ini Perdes yang ada cukup melindungi para inklusif, yang menjadi pertanyaan saya, apakah akan ada strategy pengembangan seperti marketing bagaimana menjual produk, dan sebagainya kepada para inklusif. Sebab pelatihan sekarang sudah cukup banyak namun cara mengembangkannya kadang tanpa binaan.",ujar Mahmud dari IRE Jogjakarta menegaskan.
Ini sedikit cerita dari Saya di post 1, sayangnya kami tidak ditugaskan untuk keliling post lainnya, banyak kegiatan menarik lainnya, seperti memahami budaya, memahami gestures para tuna wicara, dan masih banyak lagi. Yang pasti, masyarakat, pemerintah mulai tergugah, untuk merubah mental social, menjauhkan diskriminasi Membentuk Gerakan Indonesia Bersatu merubah mindset (Revolusi Mental) masyarakat untuk dapat berkolaborasi dg Para difable  membangun Desa Inklusi tanpa diskriminasi bahkan soal tugas /pekerjaan. hmmm kalau seperti ini saya yakin Indonesia akan cepat maju tanpa ada diskriminasi apapun. Bhineka Tunggal Ika tak melulu hanya soal budaya, ras, suku saja bukan?Â
Kami mulai lelah, perlahan kami mulai menilik sekitar kami untuk sekedar mencari pelepas dahaga dibalik teriknya cuaca kala itu.
Sore hari sebelum kami bergegas pulang, hari kami ditutup dengan "brewing" , menikmati racikan bermacam-macam kopi dari mulai Kopi Toraja, Robusta, Arabica dan beberapa jenis kopi lain.
Kami mengantri untuk dapat menikmati racikan kopi nikmat dan uniknya admin serta barista di cafe kopi kali ini adalah para inklusif, mereka menunjukkan kebolehannya meracik kopi.
Luar.. biasaaa.!!!