Mohon tunggu...
Dewi Krisna
Dewi Krisna Mohon Tunggu... Freelancer - Happy House Wife

"You can learn from your competitor, but Do not copy, Copy & You Die" (Jack Ma)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingkah Status Sosial, "Jobseeker"?

31 Mei 2018   10:44 Diperbarui: 1 Juni 2018   00:07 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.kata.co.id/freedoom

"Saya tidak mau berpindah dari hutan. Hutan menyediakan segala yang saya butuhkan. Saya tidak butuh uang ketika saya mau makan saya tinggal mengambilnya di hutan," pungkas Pak Halap, salah satu anggota suku Koroway, di Papua pada seseorang yang berasal dari luar sukunya.

Terik matahari membuat tenggorokan saya kering di tengah dahaga saum. Sembari menunggu berbuka puasa, saya merenung bersama segelas es buah buatan ibu, flashback dengan masa lampau hingga masa sekarang ... iya ... saya yang sekarang.

Pekan lalu, demi mendapatkan sebuah posisi di perusahaan yang yaaa bisa dibilang bonafit, saya sejenak mengerem aktivitas saya sebagai freelancer. hehehe .... berusaha menuruti keinginan ibu saya untuk mengisi sebuah lowongan.

Interview saya jalani sesuai prosedur, kemudian dilanjutkan dengan tes berikutnya (apabila lolos). Dan yaaah saya lolos 3 interview dalam 1 kali sesi...bahagia...senang, dan girang.

Namun, lantas setelah 2 bulan setelah pengumuman tersebut, saya sampai penuh cabang laba-laba hanya "menunggu".

Kabar saya dapatkan, tapi bak bola ping pong proses yang saya jalani diulang kembali dengan alasan "ganti pimpinan dan masalah intern". Beruntungnya ada beberapa yang sudah duluan teken kontrak. Totalnya, 7  interview saya hadiri ....gilaaaa. perusahaan apa ini? Lempar sana sini, posisi saya berubah 4 kali hanya untuk penempatan posisi yang pas. Dan lagi-lagi saya mendapatkan posisi "on project".

Hmmmm...ibu pasti kecewa ...saya seperti manusia project, guys ... setiap masuk perusahaan ditawarkan model seperti itu.

Apakah status sosial itu penting?
Berdasi, gaya keren, parlente habis dengan kunci mobil di tangan, jauh sekali dari kebiasaan saya yang sering memakai sepatu ket, atau sandal jepit. Yahhhh....saya lahir di keluarga sederhana soalnya. Ahahhahaha ... keadaan.

Doc.hipwee
Doc.hipwee
Menjadi freelancer, kadang orang tua memandang seperti saya tak punya masa depan, tanpa status dan hampa. Akan sangat bangga mungkin bila orang tua melihat anaknya berkarir bagus memiliki profesi...saya bukan tidak mencoba lho ya...pernah dan sering...tapi...belum rezeki.

Jiwa bebas
Dahulu saat saya kesulitan mencari kerja, termasuk daftar CPNS yang digadang-gadang menjadi tolok ukur sukses di kota ini, memberikan keadaan di mana saya mengenal dunia freelancer. Jiwa bebas terlukis indah, dengan nafas yang ploongg...

Dok.kata.co.id/freedoom
Dok.kata.co.id/freedoom
Saat saya mendengar crita suku Koroway kadang saya berpikir, iya ya...alam menyediakan segalanya lalu kenapa harus ada uang??? Yang harus didapatkan dengan bekerja.. ahahaha seperti pertnyaan tolol yang terlintas di pikiran saya.

Saya sekarang masih setia dengan dunia freelancer, banyak ilmu yang didapatkan dalam setiap project, dan konsep-konsep yang saya buat dalam tim. Terlihat sekilas, pekerjaan saya seperti orang yang luntang-lantung tidak jelas.

Haru yang saya rasakan memiliki team yang saling mendukung, ber- haha hihi walaupun ada risiko untuk ditipu. Alih-alih berjalan mulus, free lance riskan ditipu jika berbentuk project menyumbang ide. Saya yang masih bau kencur di dunia bisnis seperti ini, harus banyak belajar mengenal pimpinan berdasi, membedakan mana yang tulus dan mana yang culas

Test yang "mbulet"

Saya mungkin bukan orang yang istimewa, sekalipun saya pernah mengantongi sejumlah prestasi akademik tapi bukan berarti lantas saya menjadi dewa pintar, tak lantas bisa membuat saya lolos dalam test prosedural, kegagalan pernah saya lalui, dan dari beberapa prosedural hal yang membuat saya dialihkan yakni ketika saya berhadapan dengan psikolog ahahaha..gila mungkin dianggapnya.

6th lalu saya di klaim oleh seorang wanita cantik berprofesi psikolog yang mewawancarai saya di sesi terakhir dari seleksi ribuan masuk 10 besar tapi ahahahha saya tidak tau kalau yang dibutuhkan "just one" guys.

" Saya bicara diluar instansi, dari semua hasil gambar dan test semua menunjukkan kebebasan, saya hanya yakin akan sesuatu setelah 10 tahun ke depan saya ingin lihat sejauh mana kamu berkembang,lupakan profesimu, jadilah dirimu sendiri, saya berbicara diluar intasnsi",ujar psikolog ini.

Sejujurnya saya tidak tahu apa hasil test saya, namun saya kira itu cuma menyiratkan kalau tidak ditrima ahahahaha. Last test i'm failed, dan selalu merasa gagal saat test model beginian.

6tahun lalu terjadi lagi hari sekarang, akan tetapi sekarang lebih cenderung dialihkan.

Ketahuilah, saya juga ingin lho hidup normal, bekerja, stay, walaupun terkadang saya rindu..rindu berpetualang.

Harapan besarku bersama sahabat, dan team terkadang dibilang gila, heyy mimpi nggak bayar kan jadi bebas ku rasa.

Yaaah, maklum saat ini kami try go catch dream walaupun lelah, kami suka..dan semoga Tuhan tempatkan kami di the best place, sejahtera, layak.. xiixixixi...curhat sedikit. Lowker berbagai bidang di Indonesia masih banyak sekali, tapi mengapa masih banyak yang nganggur? Karena terkadang tak ada yang percaya bahwa di dalam diri seseorang memiliki kemampuan, seperti suku-suku pedalaman yang tertinggal, coba saja hidup di alam liar, siapa yang jadi juaranya? kain tenun manual, kuliner unik...ditemuin dari mana ..yaaa dari etnik etnik budaya.

Hanya sebatas pengalaman, dan yang lain pasti punya pengalaman yang lebih mengesankan bahkan lebih baik. Banyak pula yang mempercayai nasib melalui garis tangan, tapi keajaiban yang saya tau, garis tangan berubah saat perilaku kita berubah, muncul garis baru atau ada yang hilang. So, saya rasa usaha itu emang perlu....dan harus!

Power seseorang untuk melakukan perubahan biasanya kalah dengan "zona aman atau nyaman"...hehhehe pernah gitu? pernah ....saya akui.

Primitif kadang perlu ...yes?

Menjauhkan dari kata boros, bisa survive dimanapun tempat and no money gak khawatir?Pendapat gila tersirat tiba-tiba muncul ditengah gejolak ekonomi, dan fenomena strata sosial yang merebak dengan gaya hidup yang amboooooiiiiii..., kembali ke alam untuk alam penting ,tapi canggih juga perlu untuk berkembang. Andai saja ada kesepakatan penduduk dunia menghilangkan alat tukar "uang" kemudian kembali ke alam, apa ya yang terjadi? 

Hmm...Masih ada budaya yang benar-benar unik di Indonesia yang mengenal uang, tapi terbuat dari kulit kerang, yakni suku Mee daerah Papua.

Semoga kita semua bisa bijaksana menyikapi ya kompasianer, untuk tidak menyepelekan sebuah aktivitas positif, serta memahami makna keunikan dalam jiwa seseorang.

Kadang ada pepatah mengatakan "Orang yang tepat & benar, terkadang kalah bertahan dengan orang yang picik, seperti contohnya para tikus berdasi" , bener nggak sih? Apakah profesi yang jelas sangatlah utama?

Present by Dewi Krisna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun