Mohon tunggu...
Dewi Krisna
Dewi Krisna Mohon Tunggu... Freelancer - Happy House Wife

"You can learn from your competitor, but Do not copy, Copy & You Die" (Jack Ma)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Indahnya Berbagi bersama Dompet Dhuafa DIY

11 Mei 2018   12:52 Diperbarui: 12 Mei 2018   13:03 1654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc.Pribadi/sambutan salah satu aktivis dompet duafa diikuti sambutan gtuan rumah setelahnya.

Pagi itu, cuaca cerah dan udara segar terasa di pinggiran kota Yogyakarta,saat jalanan masih sepi serta semua masih tertidur pulas , saya sudah siap melaju mengendarai motor saya untuk meluncur ke sebuah tempat istimewa bersama dengan para sahabat dompet duafa DIY. Bersua bertegur sapa di Kantor Dompet Duafa Yogyakarta, merupakan hal yang baru bagi saya. 

Dalam kesempatan kali ini, dompet duafa diy melakukan care visit untuk mewujudkan program amil atau zakatnya yang didapatkan dari para donator atau pemberi dana, ya istilahnya mengemban amanah gitu.

Doc.Pribadi/ persiapan meluncur dengan bus bersama dompet duafa
Doc.Pribadi/ persiapan meluncur dengan bus bersama dompet duafa
Perjalanan kami awali dengan doa dan harapan,supaya kami akan selamat hingga sesampainya ditujuan kami. Saya duduk dibaris kedua di dalam bus, berkenalan dengan beberapa sahabat yakni Retno, Mutaya dan kalau yang satu ini sudah sahabat lama yakni Riana. Dengan senda gurau dan saling "membully" sebagai tanda keakraban kami, akhirnya kami lambat laun terlelap, dikarenakan perjalanan yang cukup lama kurang lebih sekitar satu setengah jam.

Doc. Riana Dewie/ serunya perjalanan menuju Desa Nglipar bersama aktivis dompet duafa
Doc. Riana Dewie/ serunya perjalanan menuju Desa Nglipar bersama aktivis dompet duafa
Saya terbangun saat ada yang menggunakan pengeras suara dalam bus memberi info bahwa kami sudah sampai di tempat tujuan.

" Bangun, yok bangun, kita sudah sampai teman-teman" , ujar salah satu aktivis dompet duafa diy yang ikut serta dalam care visit ini.

Serentak semua peserta care visit dalam bus terbangun dan melihat kearah samping kanan dan kiri, kami sudah sampai di sebuah desa bernama Desa Nglipar, Gunung Kidul. Desa Nglipar ini merupakan destinasi pertama kami sebelum kami menuju ke Klaten dan tempat lainnya. 

Pukul 11.00 WIB kurang lebihnya kami sampai, kami disambut dengan nuansa desa yang masih asri dengan tanahnya yang khas berwarna merah bata, dan adanya hutan kayu jati di sepanjang jalan mengiringi perjalanan kami menuju desa ini, serta ini nih yang paling menarik yang akan kita kunjungi, yakni perkebunan Aloe Vera, kalau bingung apa itu aloe vera, mudahnya kita sering menyebut tanaman yang satu ini dengan lidah buaya hehehe tapi bukan buaya darat ya. Penasaran?? Saya bangetttt.

Doc.riana dewi/ perkebunan aloe vera di Nglipar GK
Doc.riana dewi/ perkebunan aloe vera di Nglipar GK
Sesampainya kami di perkebunan Aloe vera, kami disambut hangat oleh ibu-ibu dengan seragam batik diserasikan dengan hijab warna merah maroon,kompak pokoknya hehehe. Kami dipersilahkan untuk duduk santai sambil mengikuti acara penyambutan dari tuan rumah, dan diberikan kudapan ala ndeso yang lezat. Namun, kalian pasti tau kebiasaan para blogger, jurnalis, ataupun entrepreneur? 

Diminta untuk duduk santai mengikuti acara, semua boro-boro duduk manis, kami semua sibuk mengeluarkan segenap senjata kami yang disebut kamera dan hunting foto kesana kemari karena kami terpana dengan indahnya perkebunan  aloe vera  yang ada disekitar kami. Pada akhirnya ada pemberitahuan, bahwa nantinya kami akan dibagi menjadi tiga kelompok yang akan diijinkan untuk melihat bagaimana pembibitan,pengelolaan dan produk turunan dari kreativitas desa Nglipar ini, setelah acara sambutan, hal itu serempak membuat kami duduk santai... hahaha ketahuan banget gak mau kalah start ya guys.

Sejarah budidaya Aloe Vera di desa Nglipar, Gunung Kidul

Dari pernyataan Bu Sumarni, awal mula pencetusan gagasan tentang Aloe Vera ini, dimulai dari cita-cita anaknya yang bernama Alan Effendi ditahun 2014. Awal mulanya banyak cibiran  yang meragukan keberhasilan usaha perkebunan ini. Namun, Effendi dengan keyakinannya, mengatakan kepada Bu Sumarni bahwa semua ini akan berhasil. Pencetusan  gagasan ini, terpacu oleh mirisnya keadaan ekonomi warga di sekitar Desa Nglipar, keluarga kecil ini memiliki niatan mulia dimana ingin warga desa nya berkembang dan mengalami kemajuan pada ekonominya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun