1.Kurangnya pengetahuan berlalu lintas: Siswa yang belum memiliki SIM tidak memahami aturan berlalu lintas yang aman dan efektif, sehingga mereka berisiko mengalami kecelakaan.
2.Kesalahan emosi: Siswa yang belum memiliki SIM dapat mengalami kesalahan emosi ketika mengemudikan kendaraan, seperti kesalahan pengendalian emosi yang dapat berakibat pada kecelakaan.
3.Pengaruh lingkungan: Lingkungan pergaulan remaja yang mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM dapat mempengaruhi siswa untuk mengikuti perilaku yang tidak sesuai dengan aturan berlalu lintas.
4.Tidak adanya aturan tegas: Tidak adanya aturan tegas dari pihak sekolah mengenai larangan membawa kendaraan kesekolah dapat mempengaruhi siswa untuk membawa kendaraan tanpa SIM.
5.Kesengsaraan sosial: Membawa kendaraan tanpa SIM dapat mempengaruhi situasi belajar dan menyebabkan siswa kurang berkonsentrasi di kelas.
6.Pengaruh orang tua: Jika orangtua tidak mendukung dan memfasilitasi, anak tidak akan membawa kendaraan dan kurangnya pengetahuan berlalu lintas.
7.Kepribadian yang kurang baik: Siswa yang memiliki kepribadian yang kurang baik karena mengendarai sepeda motor tanpa memiliki SIM.
Simpulan
Kegiatan PKMmenunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman peserta, baik secara teoritis maupun praktis, yang menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan berhasil. PKM tidak hanya sebagai kegiatan formal tetapi juga penting untuk pengembangan keterampilan dan pengetahuan peserta, memberikan dampak positif dan kontribusi. Kesuksesan ini memberikan dasar yang kuat untuk pengembangan program serupa di masa depan, memperkuat peran institusi pendidikan sebagai katalisator positif dalam meningkatkanpemahamandan keterampilan siswa.
Siswa yang membawa kendaraan tanpa memiliki SIM merupakan pelanggaran serius terhadap Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 yang mengharuskan pengemudi berusia minimal 17 tahun untuk mendapatkan SIM. Meskipun aturan ini jelas, penerapannya di lapangan sering tidak maksimal, dengan banyaknya kasus anak-anak sekolah yang mengendarai sepeda motor tanpa SIM dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum. Hal ini menciptakan budaya pembiaran di mana siswa dan orang tua merasa terbiasa dan tidak terhalang untuk melanggar aturan.
Beberapa orang tua tidak mengizinkan anak-anak mereka mengendarai motor ke sekolah karena kesadaran akan peraturan dan demi keselamatan anak mereka. Namun, sebagian besar orang tua justru membiarkan atau bahkan mendorong anak- anak mereka untuk mengendarai motor tanpa SIM, meskipun hal ini berisiko tinggi terhadap keselamatan mereka. Ketidakmampuan penegak hukum untuk secara konsisten menegakkan aturan juga berkontribusi terhadap berlanjutnya perilaku ini.Secara keseluruhan, fenomena siswa yang membawa kendaraan tanpa SIM mencerminkan masalah kepatuhan terhadap hukum dan keselamatan jalan yang perlu segera diatasi melalui penegakan hukum yang lebih ketat dan peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat.