Mohon tunggu...
Dewi Fitria
Dewi Fitria Mohon Tunggu... Lainnya - Antropolog

Menyukai dunia literasi sejak kecil.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Catatan 20 Tahun MKRI: Rekonstruksi Kembali Integritas MK dan Kepercayaan Publik

23 Juli 2023   22:11 Diperbarui: 23 Juli 2023   23:27 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Ifa/mkri.id

HARAPAN PUBLIK, MENGINGAT KEMBALI SUMPAH DAN JANJI YANG TELAH DIUCAPKAN

Setelah beberapa catatan-catatan kronik kontroversial MK dalam mengemban tugasnya menyisakan luka yang begitu mendalam bagi masyarakat, setidaknya masih ada sepenggal harapan publik yang tersisa dalam upaya mencoba merekonstruksi kembali integritas dan nama baik yang telah dirusak, yaitu agar MK dapat kembali mengingat sumpah dan janji yang dulu pernah diucapkan, di mana mereka akan memenuhi kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, serta memegang teguh konstitusi yang berlaku (UUD 1945) dan menjalankan peraturan perundang-undangan beserta prinsipnya dengan selurus-lurusnya.

Kewenangan MK dalam hal ini, harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan pertanggungjawaban, serta kemampuan merefleksikan tiap teks pasal yang terkait dengan fakta yang ditemukan di persidangan sesuai dengan landasan Pancasila dan UUD 1945, meski bukan terpaku pada metode penafsiran original intent, melainkan metode penafsiran yang dirasa benar berdasarkan konstitusi. Dan jika memang mau tidak mau harus bertentangan dengan asas saat menguji sebuah peraturan atau Undang-undang, maka seharusnya pula MK mempertimbangkan dengan saksama aspirasi masyarakat yang ada, memenuhi prinsip demokrasi yang bersifat substansif, dan bukan hanya bersifat formal saja.

KEMBALI PADA INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME

Sesuai dengan prinsip yang memang seharusnya dipegang, MK diharapkan mampu untuk tetap berpegang teguh dan berpijak pada prinsip independensi dan imparsialitas. Artinya MK menjadi lembaga independen yang bersih dari ‘cawe-cawe’ dan non-timpang (tidak ada keberpihakan alias netral). Dengan adanya dua prinsip tadi, integritas MK sebagai lembaga tertinggi negara dapat terkonstruksi kembali bersamaan dengan profesionalismenya dalam menjalankan tugas yang telah diberikan. 

Itulah sebabnya penting membangun budaya kerja peradilan yang bersifat modern dan terpercaya, yang berpegang teguh pada nilai integritas dan profesionalisme oleh para pemangkunya yang dalam hal ini adalah para pegawai dan hakim konstitusi.

Selain itu, perlu digarisbawahi bahwa MK bukan hanya sekedar pengawal konstitusional, melainkan juga sebagai penentu arah kebijakan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu dibuat. 

Meski memiliki kekuasaan yang bisa dibilang luar biasa, namun integritas dan profesionalisme para hakim perlu dijaga dan tidak dipandang sebagai suatu hak yang prerogatif, mengingat itu malah akan mencederai rasa keadilan masyarakat dan menjadikannya sebagai alat penyalahgunaan kekuasaan dan kepentingan oleh pihak-pihak tertentu yang merasa diuntungkan, alih-alih menjaga independensi yang tengah diemban, ternyata malah mengabaikan kepentingan masyarakat luas sebagai pemegang tertinggi kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun