Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Lelaki Kecil di Atas Bendi (Menyambangi Rumah Kelahiran Bung Hatta)

20 Januari 2025   06:55 Diperbarui: 20 Januari 2025   08:53 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hatta Hatta...," lidahku mendadak kelu. Ada sejuta kata-kata tak mampu terucap.

"Tante...ini Rasyid,"suara anak kecil mengagetkanku.

Sebuah suara lain menarikku dalam kesadaran penuh.  Aku masih berdiri di depan jendela, sementara teman-teman seperjalananku nampak telah sibuk berfoto ria di bawah sana. Leni melambai ke arahku. Leni adalah Ibundanya Rasyid, anak kecil yang sempat kukira Bung Hatta tadi. Duh, malunya aku. 

"Mba, turun dong. Yuks, kita sholat. Tujuan kita masih banyak lho." 

Aku bergegas turun dan bergabung dengan the gank: Teteh Wien, Yuli dengan jagoannya Rayhan, dan Leni  dengan jagoannya Rasyid. Matahari sedang garang-garangnya memanggang di atas kepala, ketika siraman air menyejukkan seluruh sendi. Kami berwudu di kran air yang di pasang dekat toilet wanita. Ada tiga toilet wanita tersedia, terpelihara dan bersih. Sepertinya toilet ini bangunan yang baru saja di tambahkan untuk kenyamanan pengunjung.

Kami segera menyapa Sang Khalik dalam sebuah rumah panggung di samping bangunan yang dulunya menjadi lumbung keluarga Bung Hatta. Bangunan inipun sengaja ditambahkan untuk tempat salat. Selesai salat, kami berenam beranjak menantang panas matahari, ketika meneruskan perjalanan ke Ngarai Sianok. Ke Ngarai Sianok di tengah panas menyengat, maka tak banyak yang dapat kami nikmati selain berfoto ria di sela monyet yang lalu lalang seakan sengaja menggoda. Kami hanya dapat memandangi jurang membentang dikelilingi bukit dengan vegetasi hijau memukau.

Tapi kesenangan kami terkoyak, ketika tiba-tiba jeritan disertai tangisan pecah. Ternyata Rayhan. Dia menunjuk ke seekor monyet yang berlari kencang ke atas pepohanan setelah berhasil merampas botol minuman Rayhan.

"Mama, botol minumku diambil....huaaa huaaa," anak kecil itu terus tergugu.

Seorang petugas keamanan berlari mengejar monyet. Monyet semakin liar dan tiba-tiba melempar botol minuman. Botol terhempas dan menggelinding mendekati bibir dinding tempat kami berdiri memandangi bukit. Yuli merayu anaknya untuk membuang saja botol minuman yang sempat berpindah ke tangan monyet. Rayhan semakin histeris, namun akhirnya terdiam ketika Mamanya menjanjikan akan membelikan botol minuman baru.

Perjalanan kami berlanjut ke Jam Gadang. Matahari semakin memanggang. Di antara peluh dan lelah kami sempat berfoto ria dan mengagumi kemegahan bangunan itu. Bangunan yang kaya nilai historis. Jam Gadang dibangun pada 1925-1927 sebagai hadiah dari Ratu Milhelmina, Ratu Belanda saat itu, kepada Hendrik Roelof Rookmaaker, sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Bukittinggi). Pembangunannya dirancang oleh arsitek lokal Yazid Rajo Mangkuto.

Sumber: koleksi pribadi
Sumber: koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun