Budaya menunjukkan bangsa. Tak salah memang ungkapan itu. Sejarah telah membuktikan bagaimana seni peradaban Persia, India, dan Romawi telah tersebar ke negeri-negeri yang jauh dan telah memberi pengaruh yang besar pada dunia.
Jika ada yang beranggapan kesenian adalah budaya itu sendiri, itu pun tak sepenuhnya salah. Kesenian adalah jantung dari kebudayaan. Karena kesenian merupakan wujud dan ekspresi dari nilai-nilai budaya. Seyogyanya kita tidak memandang sebelah mata pada kesenian-kesenian daerah di Indenesia, bahkan kita harus peduli. Agar kesenian-kesenian daerah itu tetap eksis dan berkembang menjadi jati diri bangsa.
Sebuah konsep edukatif yang dikemas dalam Pekan Budaya, adalah wujud sebuah kepedulian para pendidik untuk mengenalkan kesenian daerah pada anak sejak dini. Sungguh sebuah kemasan yang menarik, karena tidak terkesan mendikte. Membawa anak-anak menyelami kesenian Nusantara yang semakin langka dijumpai dalam keseharian mereka. Itu penting agar mereka tidak tumbuh sebagai generasi yang miskin jati diri, karena lebih berkiblat pada budaya asing. Jangan sampai anak-anak kita begitu fasih menyanyikan lagu-lagu Justin Bieber misalnya, tapi ketika kita tanyakan salah lagu daerah mereka hanya bisa tergagap tak berdaya.
Display Kesenian Daerah
Pekan Budaya Al-Bayan Islamic School
Acara Pekan Budaya yang digagas oleh KB-TK Al-Bayan Islamic School di Jalan Bazoka Raya Komplek Masjid At-Tawwaab Larangan Indah, tempat salah satu anak saya menuntut ilmu patut diberikan apresiasi. Acara yang berlangsung selama sepekan dari Tanggal 23-28 Mei itu mengusung tema "Biar Kate Beda Budayana Indonesia Nagarinyo".
Saya sempat berbincang-bincang sejenak dengan Ibu Agustinawati selaku Kepala KB-TK Al-Bayan. Menurutnya acara ini ditujukan agar anak-anak didiknya mengenal kesenian daerah-daerah Indonesia sejak dini.
Selama dua hari berturut-turut, dari Tanggal 27-28 Mei 2011 saya sempatkan untuk melihat dan menyaksikan langsung pagelaran tersebut. Dan sungguh saya dibuat terharu -menyaksikan bocah-bocah cilik itu begitu antusias mengenakan busana-busana adat dari seluruh Indonesia, melenggangkan tarian-tarian daerah, dan melantunkan lagu-lagu daerah nusantara- menjadi sebuah oase yang menyejukkan. Karena merekalah generasi penerus itu, yang akan mewarnai sejarah Indonesia di masa depan.
Terasa hembusan sebuah spirit, karena ternyata kesenian daerah itu masih dicintai dan mendapat tempat di hati penduduknya. Tinggal bagaimana pengemasannya agar menarik dan segar, untuk menjadikannya semacam way of life.
Hari pertama ditemani puteri kecil saya, saya berkeliling melihat-lihat display kesenian dari daerah: Betawi, Sunda, dan Padang. Hanya kesenian tiga daerah itu yang ditampilkan, karena memang hanya tiga kelas yang mengikuti lomba. Dan tiap-tiap kelas bebas memilih tema yang dianggap menarik.
Kelasnya anak saya mengusung tema kesenian Betawi. Di dinding ruang kelasnya saya lihat dipajang beberapa tokoh Betawi terkenal pada zamannya: Ismail Marzuki, Ali Sadikin, Benyamin Sueb, MH. Thamrin, bahkan Bokir, dan si Pitung pun ada. Sempat saya jelaskan secara sederhana ke anak saya, Nak itu dulu bintang film terkenal lho, sambil menunjuk ke arah Benyamin Sueb. Kalau itu Ali Sadikin mantan gubernur Jakarta. Tapi nampaknya dia cuek-cuek saja dan lebih tertarik pada jajaran kue-kue yang dipajang menarik di atas meja. Hehehe.
Hemm...memang menggugah selera. Saya lihat ada: Roti Buaya, Asinan, Kue Sengkulun, Kue Dongkal, Bir Pletok, dan lain-lain. Di beranda mini dengan konsep rumah adat Betawi, seorang Ibu berpakaian adat Betawi menawari saya Ketupat Sayur, lengkap dengan lauk-pauknya. Bahkan dia menawari saya Serondeng Tuna. Saya cicipi sedikit, enak memang rasanya.
Setelah berphoto ria dengan boneka Ondel-Ondel yang dipajang di pintu masuk kami berdua meneruskan safari kami ke ruang sebelah. Sebuah tulisan Wilujeung Sumping terhampar di pintu masuk. Dan kita seolah dibawa ke nuansa Sunda yang kental.
Sebelah dinding dihiasi poster Gedung Sate, sementara depannya dipajang replika rumah adat Sunda yang terbuat dari kayu nan indah. Sementara beragam hasil kerajinan daerah ikut pula menyemarakkan ruangan itu. Ada Wayang Golek, Caping, Pengki, Gamelan, Angklung, dan lain-lain.
Dan makanan khas Sunda yang terkenal menggoyang lidah pun tak mau ketinggalan. Sungguh menerbitkan selera melihat Asinan Bogor, Peuyeum, Surabi, Dodol Garut, Cireng, Tahu Sumedang, Colenak, Combro, Empal Gepuk, Siomay/Batagor, Bandrek, dan lain-lain ditata menarik di atas meja. Sayang saya belum sempat mencicipi, karena tim juri sedang memberikan penilaian. :D
Display adatPadang terlihat semarak. Warna pelaminan Padang yang merah menyala, lengkap dengan replika rumah adat Minangkabau, yaitu Rumah Gadang menyambut pengunjung. Dua orang petugas berpakaian Adat Minangkabau sedang menerangkan kepada tim juri dan pengunjung sejarah Rumah Gadang. Buah karya yang menumental seperti Rumah Gadang itu mengandung rumusan falsafah. Rumah adat itu berdiri selaras dengan alam. Garis dan bentuk Rumah Gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan.
Tapi lagi-lagi saya tidak bisa konsentrasi mendengarkan, karena si kecil mulai menarik-narik saya kearah makanan lagi. Dan makanan Padang yang terkenal di seantero Nusantara -dengan rumah makan Padangnya yang tersebar- mulai menyebarkan aroma bumbu-bumbunya nan lemak: Dendeng Balado, Rendang, Ayam Panggang, Gulai Nangka, Sate Padang, Gulai Nangka, dan lain-lain. Tak ketinggalan Bubur Kampiun, Es Tebak, Lamang Tapai, dan penganan kecil lainnya.
Sebelum safari kami hari itu diakhiri, kami disuguhi pertunjukan Silat Betawi. Anak saya agak takut-takut dan bersembunyi di belakang saya, karena meyaksikan orang bersilat. Mungkin dia pikir orang-orang itu sedang serius berkelahi.
Performance Day
Pekan Budaya Al-Bayan Islamic School
Membaca tata tertib undangan acara Performance Day untuk hari Sabtu Tanggal 28 Mei 2011 yang tertera di belakang, pikir saya acara ini dikemas cukup serius. Menilik cukup banyak aturan yang tertera di belakang undangan -undangan harus hadir tepat waktu, dilarang merokok, dilarang mengambil gambar selama acara berlangsung, dll- dan beberapa perusahaan besar yang terlibat sebagai sponsor, rasanya analisa saya tidaklah keliru.
Pagi-pagi jam 6.00 WIB anak telah saya bangunkan. Setelah mandi dan sarapan, maka hari besar itu pun di mulai. Saya sengaja menyewa jasa seorang perias untuk make up dan memasangkan konde ke anak saya. Dan hasilnya sungguh menyenangkan. Melihat dia dengan kebaya Betawi dan kondenya membuat saya ingin mencubitnya gemas. Sori...jadi narsis. Hehehe.
Jam 7.15 saya, suami, dan anak telah tiba di tempat acara. Acara itu bertempat di aula serbaguna di komplek Mesjid At-Tawwaab yang cukup luas. Spanduk terbentang di atas panggung bertuliskan: Pekan Budaya.
Setelah sedikit molor dari waktu yang ditetapkan seharusnya, acara mulai digelar dengan tarian pembuka: Tari Saman dari daerah Aceh. Tabuhan musik daerah mengiringi anak-anak kecil itu bergerak dinamis. Sekali dua terlihat anak yang lupa dengan gerakannya, tapi itu tidak mengurangi aplaus dari hadirin. Kilatan sinar blitz pun berulang kali menyinari panggung. Nampaknya para orang tua dan undangan tidak dapat menahan antusiasnya untuk mengabadikan momen itu.
Acara demi acara pun dikemas menarik dan meriah. Hanya satu sambutan singkat dari sang kepala sekolah, selebihnya adalah performance dari anak-anak KB-TK Al-Bayan.
Saatnya anak saya dan grupnya tampil di pentas dengan Tari Kicir-Kicir. Mereka mengenakan busana Adat Betawi. Dengan gerakan megal-megol nya saya tersenyum geli dan tidak dapat menahan diri untuk mengabadikannya. Saya ingat tiap malam anak saya itu berlatih menari sendiri di atas tempat tidur, dan...kini dia tampil di atas panggung, wow!
Selama hampir tiga jam pengunjung disuguhi penampilan tari-tarian, musik, dan puitisasi yang digarap dengan kolaborasi yang cukup menawan. Setelah disuguhi Tari Ondel-Ondel, Tari Padang, Manuk Dadali, Tokecang, permainan musik angklung, dan lain-lain acara ditutup dengan pelepasan siswa/i TK B yang akan segera melanjutkan ke jenjang lebih tinggi (SD).
Saya yakin bukan pekerjaan yang mudah bagi para pendidik dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam acara pekan budaya untuk menggelar acara itu. Waktu dan tenaga mereka telah tercurah, untuk mengajari anak-anak kecil itu agar mengenal kesenian daerahnya. Untuk itu perlu kita berikan sebuah apresiasi yang tinggi, agar ke depannya acara seperti tidak hanya dijadikan momentum semusim, dan agar dijadikan gong untuk pengenalan kesenian-kesenian daerah Indonesia sejak dini.
Tugas kita bersamalah untuk mengenalkan kesenian-kesenian daerah itu pada anak-anak kita, agar mereka tumbuh sebagai generasi yang tangguh, yang menghargai budaya bangsanya sendiri dan tidak tercabut dari akarnya.
Kebon Jeruk, 31 Mei 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H