Pagi-pagi jam 6.00 WIB anak telah saya bangunkan. Setelah mandi dan sarapan, maka hari besar itu pun di mulai. Saya sengaja menyewa jasa seorang perias untuk make up dan memasangkan konde ke anak saya. Dan hasilnya sungguh menyenangkan. Melihat dia dengan kebaya Betawi dan kondenya membuat saya ingin mencubitnya gemas. Sori...jadi narsis. Hehehe.
Jam 7.15 saya, suami, dan anak telah tiba di tempat acara. Acara itu bertempat di aula serbaguna di komplek Mesjid At-Tawwaab yang cukup luas. Spanduk terbentang di atas panggung bertuliskan: Pekan Budaya.
Setelah sedikit molor dari waktu yang ditetapkan seharusnya, acara mulai digelar dengan tarian pembuka: Tari Saman dari daerah Aceh. Tabuhan musik daerah mengiringi anak-anak kecil itu bergerak dinamis. Sekali dua terlihat anak yang lupa dengan gerakannya, tapi itu tidak mengurangi aplaus dari hadirin. Kilatan sinar blitz pun berulang kali menyinari panggung. Nampaknya para orang tua dan undangan tidak dapat menahan antusiasnya untuk mengabadikan momen itu.
Acara demi acara pun dikemas menarik dan meriah. Hanya satu sambutan singkat dari sang kepala sekolah, selebihnya adalah performance dari anak-anak KB-TK Al-Bayan.
Saatnya anak saya dan grupnya tampil di pentas dengan Tari Kicir-Kicir. Mereka mengenakan busana Adat Betawi. Dengan gerakan megal-megol nya saya tersenyum geli dan tidak dapat menahan diri untuk mengabadikannya. Saya ingat tiap malam anak saya itu berlatih menari sendiri di atas tempat tidur, dan...kini dia tampil di atas panggung, wow!
Selama hampir tiga jam pengunjung disuguhi penampilan tari-tarian, musik, dan puitisasi yang digarap dengan kolaborasi yang cukup menawan. Setelah disuguhi Tari Ondel-Ondel, Tari Padang, Manuk Dadali, Tokecang, permainan musik angklung, dan lain-lain acara ditutup dengan pelepasan siswa/i TK B yang akan segera melanjutkan ke jenjang lebih tinggi (SD).
Saya yakin bukan pekerjaan yang mudah bagi para pendidik dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam acara pekan budaya untuk menggelar acara itu. Waktu dan tenaga mereka telah tercurah, untuk mengajari anak-anak kecil itu agar mengenal kesenian daerahnya. Untuk itu perlu kita berikan sebuah apresiasi yang tinggi, agar ke depannya acara seperti tidak hanya dijadikan momentum semusim, dan agar dijadikan gong untuk pengenalan kesenian-kesenian daerah Indonesia sejak dini.
Tugas kita bersamalah untuk mengenalkan kesenian-kesenian daerah itu pada anak-anak kita, agar mereka tumbuh sebagai generasi yang tangguh, yang menghargai budaya bangsanya sendiri dan tidak tercabut dari akarnya.
Kebon Jeruk, 31 Mei 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H