Gedung Arsip Nasional ini dibangun mulai tahun 1755 dan diperkirakan selesai tahun 1760. Rupanya gedung ini dulunya adalah kediaman Gubernur Jenderal VOC Reynier de Klerk. Lalu pernah menjadi gedung untuk Departemen Pertambangan Kolonial, baru kemudian menjadi Gedung Arsip Nasional. Namun pada tahun 1975 Gedung Arsip Nasional pindah ke Jalan Ampera.Â
Setelah mengalami pemugaran, gedung ini kembali difungsikan sebagai Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan. Nah setelah acara bacot buku selesai, mulailah acara tur koleksi arsip kepresidenan.Â
Di tempat yang biasa digunakan untuk workshop dihiasi oleh foto-foto dan kutipan pidato Bung Karno. Salah satu kutipannya dalam buku Penyambung Lidah Rakyat,
 "Janganlah kita lupakan demi tujuan kita bahwa pemimpin berasal dari rakyat dan bukan di atas rakyat".
Koleksi yang Komplet dengan Penyajian yang Menarik
Koleksi Arsip Kepresidenan merupakan koleksi permanen museum. Ada empat lantai museum dengan koleksi yang ditata menarik dan menggunakan teknologi. Ada teknologi scan barcode untuk mendengarkan, juga video interaktif.Â
Di bagian awal disampaikan asal usul Bung Karno, dari silsilah, riwayat pendidikan, serta kebiasaannya dalam berbusana dan menulis surat. Ia pecinta buku dan menyukai kisah pewayangan seperti Epos Mahabarata dan Ramayana.
Koleksi buku Bung Karno mencapai delapan ribu buah. Ia juga menulis beberapa buku seperti Sarinah (1947), Indonesia Menggugat (1951), Mustikarasa (1957), dan Di Bawah Bendera Revolusi (1959).Â
Tulisan tangan Sukarno dalam menulis surat cantik dan menggunakan kata-kata yang indah. Di sini bisa dilihat gaya bahasa yang akrab dan hangat antara Bung Karno kepada Pak Sudirman.Â