Burning Days yang Bikin Penonton Ikut Merasa Gerah
Burning Days merupakan film Turki yang naskahnya ditulis dan disutradarai oleh Emin Alper. Film ini mengisahkan sosok Emre (Selahattin Pasali), seorang jaksa penuntut umum yang ditugaskan di kota kecil bernama Balkaya. Di sana ia menjumpai kebiasaan warga yang berburu babi hingga di dalam kota. Ia juga menyelidiki lubang besar (sinking hole) yang muncul di pinggiran kota. Ia juga melihat antrian warga  membawa jurigen untuk mendapatkan air bersih.
Masalah air menjadi isu utama di kota tersebut. Para politisi berlomba memberikan solusi air ini untuk pemilihan walikota berikutnya. Emre kemudian masuk dalam pusaran polemik air ini.
Pada awal film, penonton diajak melihat lubang besar yang ada di pinggiran kota. Lubang tersebut demikian besar, sementara latar di sekelilingnya semacam gurun pasir yang membentang luas.
Selanjutnya penonton langsung diperlihatkan dengan kesulitan warga mengakses air bersih. Air kran tidak ada yang menetes. Setiap hari terlihat antrian warga untuk mendapatkan air. Emre juga mengalami hal yang sama. Air di rumah sewanya juga tidak mengalir.
Ini begitu kontras dengan adegan berikutnya di mana memperlihatkan danau yang jernih dan luas di pinggiran kota. Kemudian ada rumah-rumah besar milik pejabat yang kamar mandinya penuh dengan air dan tak pernah kesulitan mengakses air. Ada apa sebenarnya dengan pengelolaan dan penyaluran air di kota ini?
Film ini menggunakan konflik yang berlapis. Isu utama dibungkus dengan konflik lainnya seperti pencarian pelaku pemerkosaan seorang gadis Gypsi dan perburuan hewan liar yang berlebihan.
Jajaran pemain memberikan performa yang apik, terutama di bagian menjelang akhir film, yang terasa ketegangannya. Nuansa Turki memang kurang terasa di sini, bahkan penggambaran kota ini seperti penggambaran kota-kota di Amerika Latin ala Hollywood.
Namun yang paling membekas di film ini adalah visualisasinya dan bagaimana sutradara memperlakukan tiap adegan sehingga penonton bisa ikut merasai suasana gerah di film ini, baik karena cuaca panas dan begitu terbatasnya air, maupun gerah karena situasi politik dan permainan kotor yang dilakukan beberapa pihak. Gambar-gambar gurun yang gersang, air kran yang tidak mengucur, keringat, serta warga yang kepanasan mengantri air membuat penonton ikut kegerahan. Apalagi gambar-gambar di gurun ini begitu terang.
Kondisi ini dikontraskan dengan adegan di kamar mandi pejabat dengan air yang berlimpah kemudian gambar danau yang luas dan jernih. Penonton seperti juga ikut merasai kelegaan dan segarnya mandi di danau. Apresiasi buat Christos Karamanis si sinematografer dan divisi artistik yang bisa menghadirkan suasana seperti yang ingin disampaikan sang sutradara.