Film Twisters ini rupanya merupakan sekuel dari Twister (1996) namun berdiri sendiri (stand-alone). Tidak ada kaitan antara para tokoh dalam film pertama dan sekuelnya, demikian juga dengan jalan ceritanya.
Namun ada kemiripan jalan cerita di antara kedua film dan juga ada benang merahnya.
Benang merah dari kedua film ini adalah ancaman tornado, para pemburu tornado, dan juga teknologi yang digunakan dalam meneliti tornado, yang diberi nama Dorothy.
Teknologi ini muncul di awal film. Meski kemudian ada teknologi canggih lainnya yang kemudian digunakan masing-masing tim.
Secara umum formula cerita kedua film mirip-mirip. Meski demikian film dan gagasan dalam film ini masih terasa fresh.
Pemilihan Lee Isaac Chung _ yang namanya terangkat berkat Minari, sebagai sutradara adalah pemilihan yang tepat.
Ia berhasil mengesekusi naskah yang digarap oleh Mark L. Smith (Midnight Sky, The Revenant) dengan cerita dari Joseph Kosinski dengan apik.
Tokoh utama film tornado ini sama-sama perempuan yang pernah mengalami trauma. Adalah Kate, gadis yang jenius dan intuitif soal cuaca, namun kemudian menutup rapat minatnya setelah peristiwa buruk mengguncangnya.
Latar belakang sosok Kate digarap dengan rapi, demikian juga dengan perkembangan karakternya. Hanya sayangnya kemudian sosok Kate ini terlalu dominan, seperti tren film Hollywood saat ini yang nuansa girl power-nya berlebihan.
Dari segi desain karakter dan perangkat teknologi, kru tim kompetitor malah lebih menarik dan berwarna. Tyrel tampil charming dan memiliki sisi yang kontras dengan sosok Kate. Dexter, Dani, Boone, dan Lily juga memiliki karakter yang unik. Karakter lainnya yang mencuri perhatian adalah sosok wartawan bernama Ben yang diperankan oleh Harry Hadden-Paton.
Daisy Jessica Edgar-Jones yang namanya meroket setelah membintangi Where the Crawdads Sing berhasil memerankan sosok Kate yang ambisius namun juga canggung.