Dua lukisan berikutnya membuatku takjub. Lukisan tersebut berukuran besar. Namun ternyata karya seni ini bukan termasuk lukisan, lebih tepatnya disebut tapestri. Kesenian ini umum di Timur Tengah. Jalinan benang dirangkai membentuk sebuah gambar. Kesenian ini tidak mudah dan perlu ketelatenan.
Kedua tapestri berukuran raksasa membuatku terkagum-kagum. Cukup lama aku berdiri di depan tapestri tersebut untuk menikmati setiap bagian gambarnya.
Dalam tapestri tersebut para hewan nampak berupaya berlindung dari semburan naga. Para satwa nampak panik dan bergegas. Naga di sini merupakan simbol dari kebakaran hutan.
Tapestri karya Khadim Ali berikutnya adalah Fragments of Identity. Karya ini sungguh indah, seperti membaca puisi-puisi sastra Persia. Warna-warni dan gaya gambarnya mengingatkan pada cerita 1001 malam.
Sementara Galih Johar memamerkan karya-karya  yang merupakan dekonstruksi untuk membentuk karya baru. Ia mencoba menggabungkan bagian gitar dengan gergaji. Bagaimana jika bata dikombinasikan dengan USB? Karya seni buatannya membuat pengunjung tersenyum dan menebak-nebak fungsinya setelah benda tersebut mengalami rekonstruksi dengan penambahan benda tertentu.
Di ruangan lainnya terpajang lukisan karya S. Sudjojono (alm) berjudul Selamat Tinggal Pak yang dibuatnya tahun 1971. Lukisan ini menggambarkan kesedihannya ketika ayahnya terbunuh pada serangan Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.