Gara-gara kucingku kubiarkan hidup bebas di rumah, aku sering dimarahi ketika berkunjung ke dokter. Kucingku memang terbiasa hidup setengah liar. Kadang-kadang mereka asyik main di halaman, kadang-kadang bersama kucing lain di luar, atau pulas tidur di rumah. Gara-gara terbiasa hidup seperti itu, mereka mengamuk jika dimasukkan ke kandang.
Suatu ketika kucingku bernama Nero Manis harus kubawa ke klinik hewan. Matanya sejak kecil memang berselaput. Tapi entah kenapa kuperhatikan selaput matanya nampak menutupi sebagian matanya. Aku kuatir ia kenapa-kenapa.
Akhirnya kubawa ia ke dokter dengan naik ojek motor. Ia kutaruh ke dalam kandang berukuran sedang. Aku lupa jika pilihanku salah. Sebaiknya si Nero Manis kubawa dengan tas astronot. Sepanjang jalan dan selama ke klinik, ia mengamuk.
Nero Manis memang tak pernah diajak jalan-jalan. Ia takut dengan orang selain kami dan tetangga. Dunianya hanya rumah kami dan lingkungan sekelilingnya. Selain takut dengan lingkungan di sekitarnya, ia tak suka ditaruh di kandang. Ia merasa kebebasannya dicabut.
Di klinik ia pun mengamuk. Ia terus mengeong dengan histeris. Ia juga mencakar-cakar alas kandang hingga berantakan. Duh malunya, pengunjung lainnya jadi memperhatikan.
Ketika kemudian ia selesai diperiksa, dokter memintaku agar Nero Manis sementara ditaruh kandang hingga kesehatannya pulih. Waduh gawat, pikirku.
Kucing-kucing lain di rumah juga tak suka di kandang saat mereka sakit. Namun mereka paling hanya protes dengan meong-meong sebentar, lalu pulas tidur. Kondisi badan mereka yang rapuh dan lemas membuat mereka tak punya tenaga untuk protes lebih.
Namun berbeda halnya dengan si Nero Manis.
Alas kandang sudah kuganti. Karena alas khusus sudah rusak digigiti dan persediaan sudah habis, maka alas kandang sementara hanya berupa alas dari kardus yang bersih. Kandangnya di rumah kupilih yang lumayan besar. Di dalam kandang kusiapkan wadah air minum dan makanan.
Oh mulailah teror dari si Nero Manis. Ia baru kumasukkan ke kandang lagi ketika kami hendak tidur. Sebelumnya kubiarkan ia tidur santai di kamar loteng. Tapi karena kuatir ia buang air di sana maka saat malam kumasukkan di dalam kandang.
Tak lama setelah dimasukkan ke kandang, ia mulai meronta-ronta dan mengeong-ngeong histeris. Ia lakukan berbagai cara agar bisa keluar dari kandang, seperti mencoba mengecilkan badannya agar bisa keluar dari sela-sela jeruji pagar, mendorong pintu pagar, hingga menggigiti alas kandang.
Sepanjang malam ia melakukannya. Aku jadi susah tidur karena ia sungguh berisik. Tapi sepertinya ia mulai kecapekan. Saat tengah malam tak terdengar lagi meongannya.
Paginya, sekeliling kandang sudah berantakan. Alas kandang sudah hancur. Air minum telah sukses ditendangnya sehingga sekeliling kandang pun basah. Makanan di wadah pun kocar-kacir. Duh kucingku ini, padahal wajahnya nampak manis dan kalem.
Gara-gara kapok akan teror dari si Nero Manis, akhirnya aku memilih cara paling aman dan menentramkan. Kutaruh ia di loteng dengan makanan dan minuman. Bak pasir juga kusiapkan. Pintu menuju loteng pun kututup sehingga ia sendirian di sana dan tidak diganggu
Ya, langkah ini lebih nyaman bagi si kucing dan bagi kami. Tapi tidak semua kucing sih di rumah yang begitu heboh saat ditaruh di kandang. Kucing bernama Clara termasuk anteng di dalam kandang saat ia sakit. Ia lebih memilih tidur pulas di kandang sambil memulihkan tenaganya.Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H