Taman Mini Indonesia Indah (TMII) memiliki banyak museum. Belasan jumlahnya. Sayangnya dari sekian banyak museum tersebut, ada saja yang koleksinya dan bangunannya nampak kurang terawat. Salah satunya adalah Museum Keprajuritan Indonesia. Dari luar, bangunan museum nampak gagah dan megah, namun sayangnya koleksi museumnya kurang terawat.
Saat itu sekitar pukul sepuluh pagi aku tiba di di depan Museum Keprajuritan Indonesia. Sebelumnya aku menjelajah Museum Pusaka dulu baru ke museum ini.
Sudah lama aku tidak berkunjung ke museum ini. Dari dulu pelataran dan bangunan museum ini kuanggap paling cantik dan megah di antara museum-museum lainnya di TMII. Di bagian luar museum, ada danau buatan. Lalu ada dermaga buatan dan dua kapal yang bersandar, kapal phinisi Bugis dan kapal Banten yang anggun. Di halaman juga ada patung Gajah Mada yang nampak gagah. Bendera merah putih juga membentang di bagian luar.
Bangunan ini dari luar sungguh indah dan nampak asri. Membuatku penasaran dan ingin menjelajah karena aku sudah lupa-lupa ingat akan koleksinya.
Tiket masuknya murah hanya lima ribu rupiah. Saat itu hanya aku sendirian pengunjungnya. Tak masalah sih, soalnya aku sudah sering menjelajah museum sendirian.
Waktunya menjelajah. Aku menjelajah bagian luar terlebih dahulu. Ada meriam dan kapal yang bisa dieksplorasi. Namun hati-hati jika naik jembatan dermaganya, karena di sekitarnya adalah danau buatan. Lalu ada juga jembatan yang bergoyang.
Pelataran museum begitu indah dan asri, membuatku betah untuk sekadar duduk-duduk. Dari halaman, bangunan museum yang seperti benteng juga terlihat kokoh dan megah. Bangunan museum ini seperti benteng abad ke-16, lengkap dengan parit di sekelilingnya.
Bentuk bangunan bersudut lima melambangkan Pancasila. Lalu di sekeliling bangunan ada relief dan diorama yang menggambarkan berbagai pertempuran yang pernah terjadi di Nusantara, seperti pertempuran antara pasukan Raden Wijaya melawan pasukan Mongol. Lalu ada pertempuran di Benteng Indra Patra, Aceh tahun 1606 melawan bangsa Portugis, dan sebagainya.
Ehm ada beberapa perahu di parit tersebut. Seandainya ada petugas museum, apakah wisatawan boleh berkeliling menyaksikan diorama tersebut dengan menggunakan perahu ya? Soalnya kalau dari atas dan dari seberang parit, diorama tersebut tidak begitu jelas.
Bagian luar museum begitu menawan, bagaimana dengan isi bangunannya?
Museum Keprajuritan Indonesia diresmikan tahun 1987. Bangunan ini terdiri dari dua lantai dengan lantai paling atas adalah bagian atap di mana pengunjung diperbolehkan untuk menikmati panorama dari atas bangunan.
Di lantai dasar koleksinya hanya sedikit. Hanya ada beberapa tokoh pahlawan dengan sedikit narasi. Di bagian panggung terbuka ada 23 sosok pahlawan yang patungnya terbuat dari perunggu. Â Di lantai dasar ini juga ada ruang audio visual dan kafe-kafe yang nampak sepi dan kosong. Ehm kenapa museum ini tak ada petugasnya sama sekali ya, hanya ada petugas di pintu masuk, aku bertanya-tanya.
Ada tangga dan lift untuk menuju ke lantai dua. Di lantai dua adalah jantung museum ini karena ada berbagai diorama yang menggambarkan sejarah bangsa dari abad ke-7 hingga abad ke-21. Bagian pertama adalah cerita tentang Sriwijaya dengan diorama menggambarkan kapal laut. Â Lalu ada narasi tentang Kedatuan Sriwjaya dari peninggalan prasasti, Â foto dua candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya, cerita tentang mandala, hingga silsilah raja Sriwijaya.
Ketika beranjak ke diorama berikutnya aku tertegun. Bagian atas diorama yang menunjukkan  nama dan judul diorama tidak ada. Lalu lorongnya begitu gelap. Aku jadi ragu untuk meneruskan. Akhirnya aku memutuskan turun dan mencoba melihat dari tangga di seberang.
Kondisi diorama dari ruangan seberang juga hampir sama. Hanya ada satu diorama yang masih lumayan utuh dan terlihat, yaitu tentang pertempuran di Buleleng Bali. Ada foto-foto dan penjelasan tentang pertempuran tersebut.
Aku lagi-lagi membatalkan niat untuk lanjut berkeliling. Lorongnya begitu gelap dan aku hanya sendirian. Beberapa diorama nampak kurang terpelihara, ada yang isinya kosong, bagian judul hilang, dan sebagainya.
Museum ini begitu indah dan megah di bagian luar, tapi sayangnya koleksinya tak terawat. Padahal isi museum ini menarik, tentang kisah-kisah perjuangan yang patut diketahui generasi masa kini dan mendatang.
Aku mengusir kekecewaan dengan kembali duduk-duduk di halaman. Semoga koleksi museum ini kembali dirawat. Sayang banget jika bagian luarnya menawan, sedangkan bagian dalamnya terbengkalai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H