Tahun ini aku tak lama singgah ke Kompasianival dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Aku datang pukul enam pagi dan kembali sekitar pukul 12 siang. Ceritaku tahun ini tidak banyak, yang penting bisa sowan dengan para Kompasianer dan para admin Kompasiana.
Ya aku datang pagi karena dapat pesan untuk standby di lokasi pukul 06.30 WIB. Malamnya aku susah tidur, takut kesiangan. Akhirnya baru bisa terlelap sekitar pukul dua dinihari dan terbangun pukul empat pagi.
Wah kenapa pagi-pagi sekali ke Kompasianival? Kebetulan komunitas film KOMiK dapat undangan  untuk tampil di Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV. Meski hanya dapat waktu tampil 10 menitan, kami harus siap di lokasi sejam sebelumnya.
Pukul enam lewat sepuluh setelah lumayan ngebut naik motor dari ujung timur ke barat, akhirnya sampai juga di Bentara Budaya Jakarta. Kulihat halaman Bentara Budaya sudah penuh dengan kamera dan kru Kompas TV. Untunglah dapat sarapan karena aku belum sempat sarapan dan mata mulai kreyep-kreyep.
Sambil menunggu sesi tayang, aku mengobrol dengan mas Kamil dan mas Dimas. Mas Kamil bercerita semalam menginap di kantor. Sedangkan mas Dimas saat mau tidur kaget karena atap di salah satu ruangan BBJ bocor.
Lalu aku pun menyeletuk soal panggung Kompasianival. Aku terkejut ketika mengetahui panggung utama di halaman. Waduh apa nggak takut kejadian serupa yang menimpa Joyland pada Jumat malam? Hujan deras membuat acara mereka yang dihelat outdoor pun sempat berhenti cukup lama.
Mas Kamil berkata tujuan ditaruh di depan agar suasana Kompasianival lebih terlihat. Ehm aku agak menyangsikan karena lumayan riskan mengadakan acara outdoor saat musim hujan.
Memang sih tampilan panggung, tata bangku, juga tempat bazaar makanan dan stan komunitas terasa minimalis. Dari segi lokasi sebenernya tak masalah menggunakan BBJ, ibarat pesta di rumah sendiri. Tapi sebenarnya desain dan tata letak acaranya bisa dikemas lebih semarak untuk menunjukkan acara ini adalah event bergengsi tahunan. Andaikata tempatnya di dalam ruangan juga sebenarnya tak masalah. Sebenarnya tergantung dekorasi, layout, dan tampilan panggungnya sih.
Aku kemudian mengeluarkan uneg-uneg seputar sesi workshop berbayar. Kok acara Kompasianival sebagian sesinya berbayar ya? Menurutku saat ulang tahun sebaiknya acara dibuat semeriah mungkin dengan tujuan membuat Kompasianer merasa senang dan mendapatkan perhatian  Tapi kemudian ada saja alasannya, seperti tes pasar dan lainnya.
Sesi Live Bareng Kompas TV
Rupanya tak ada touch make up dan lain-lain. Wah tahu gitu aku tadi cuci muka dan pakai lipstik karena wajahku sudah nampak lesu kurang tidur.
Acara live bareng Kompas TV berjalan lancar. Ada dua pembawa acaranya, Putri Oktaviani dan Irvanda Sitorus. Acara diawali dengan pemutaran trailer film perdana KOMiK berjudul Jagaditta. Dilanjutkan pertanyaan seputar kapan komunitas berdiri, ragam kegiatan, prestasi, dan misi dari komunitas.Â
Aku dan Achmad Humaidy bergantian menjawab pertanyaan. Untungnya acara berjalan dengan lancar dan kami bisa menjawab semua pertanyaannya. Di acara tersebut kami juga memamerkan buku produksi KOMiK teranyar berjudul Cerita-cerita di Depan Layar dan juga menunjukkan plakat KOMiK sebagai best community 2021.
Ikut Acara Komunitas dan Sesi Bareng mas Kevin
Seusai singgah di booth Pulpen, aku dan Maidy kemudian masuk ke Community Lounge. Mba Denik, ketua Ketapels baru membuka acara. Ia menunjukkan cuplikan tayangan kabaret Ketapels Bukan Sangkuriang Biasa di Taman Ismail Marzuki pada bulan September. Lalu satu-persatu  pemeran kabaret diperkenalkan. Ada Riap Windhu, Jason, dan Hadi Irawan. Mereka masing-masing bercerita tentang proses selama latihan dan tampil di ajang Festival Literasi DKI.
Mba Windhu bercerita ia terkejut mendapat peran sebagai Datang Sumbi. Pasalnya ia merasa dirinya tomboi. Sedangkan Jason kebingungan mencari topeng atau topi sebagai properti anjing ketika ia berperan sebagai si tomang, anjing milik Dayang Sumbi. Sementara Hadi yang menjadi Sangkuriang dewasa mengaku merasa capek ketika melakukan banyak adegan menari.
Sesi berikutnya adalah sharing pengalaman menulis bareng Kopaja 71 yang dipimpin Edward Horas. Para narasumber ada Sutiono Gunadi, Merza Gamal, dan Martha Weda. Merza dan Martha bercerita ia suka menulis sejak kecil. Oleh karenanya keduanya senang ada platform menulis seperti Kompasiana yang bisa menampung ide-ide dan tulisan mereka.
Marta mengaku suka menjadi pendengar. "Banyak mendengar maka bakal banyak ide yang bisa didapatkan," ujarnya. Sedangkan bagi Merza, menulis di Kompasiana itu penting agar apa yang kita pikirkan tertulis dan jadi legacy, Â juga memberikan manfaat kepada pembaca.
Nah, narsum terakhir, Sutiono Gunadi mendapat tepuk tangan meriah. Ia dikenal rajin menulis di Kompasiana. Bahkan sehari bisa lebih dari satu tulisan. Tulisannya pun beragam, dari film, kuliner, hingga olah raga. Ia sendiri bukan tipe yang suka menyebarkan tulisannya. Ia optimis tulisannya akan berjumpa sendiri dengan pembacanya. "Tulisan itu akan hidup dengan sendirinya," ucapnya.
Setelah dua sesi community sharing, langit makin mendung dan hujan deras pun tak terbendung. Beberapa relawan bubar berlarian karena hujan disertai angin. Kompasianer yang masih di halaman pun kemudian berteduh di selasar dan memenuhi sesi mas Kevin.
Aku yang belum mendaftar pun bertahan di dalam ruangan. Padahal sebenarnya aku berencana pulang untuk bersiap kegiatan pagi hari pada hari Minggu. Duh terjebak hujan deh.
Tapi tak apa-apa aku jadi bisa menyaksikan sesi mas Kevin tentang video vertikal, How to Create Vertical Short Video for Brand. Video vertikal ini banyak digunakan sebagai konten TikTok, reels Instagram, dan video pendek di YouTube. Seperti namanya maka videonya memiliki format portrait atau vertikal.
Ada banyak tips yang diberikan mas Kevin. Di antaranya cara membuat hook dengan membuat judul yang menarik, memasukkan sound yang jelas terdengar, jam prime penayangan sekitar pukul 17.00-21.00 WIB, dan sebagainya.
Sambil mendengarkan semua sesi, kami juga mengobrol dengan para Kompasianer yang datang. Ada Giovanni, Etha, mas Agung Han, dokter Posma, Pak Erwin, mba Marla, mas Rahab, dan masih banyak lagi.
Eh hujan mereda. Aku pun bergegas pulang. Tak lama hujan deras kembali datang.
Selama di rumah, aku tetap intens membaca pesan Kompasianer tentang Kompasianival. Untunglah Pak Menteri akhirnya datang. Pak Bugi berhasil membuat teman-teman tertawa dan kemudian mereka kembali berteduh karena hujan kembali deras. Wah Nur Annissa mendapat logam emas dari mystery challenge. Lainnya ada yang mendapat kipas angin portable, hair dryer, dan meja setrika.
Lalu ada kabar menyenangkan. Komunitas KOMiK berhasil mendapatkan predikat komunitas terbaik. Wah senangnya. Ini berarti sudah tiga kali KOMiK menerimanya. Ini sebuah prestasi, apresiasi, dan juga amanah bagi kami untuk terus berkontribusi, baik bagi lingkungan Kompasiana maupun ekosistem perfilman nasional.
Tahun ini Kompasianival terasa minimalis. Pengunjung juga tidak begitu banyak jika dibandingkan acara-acara sebelumnya, mungkin karena hujan. Untunglah Kompasianer sebagian besar adalah militan sehingga banyak yang nekat datang meski hujan-hujanan. Ada juga yang datang dari luar daerah. Ya meski penyelenggaraannya minimalis masih memberikan kesan dan kenangan bagi Kompasianer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H