Karena belum membaca Prasa maka aku belum bisa membandingkan antara kedua novel Yon Bayu. Â Namun dari nungkilan novel yang dibawakan, aku bisa merasakan baris-baris dalam novel Prasa terasa lebih puitis dibandingkan Kelir yang lugas.
Seperti sesi ketika mengulas Kelir, dua narasumber memberikan kritik Sastra dan saran terhadap isi novel. Keduanya adalah budayawan dan dosen FIB Universitas Indonesia Sunu Wasono dan kolomnis, penulis, sekaligus Kompasianer Isson Khairul.Â
Masukan yang kurangkum dari dua narsum di antaranya isi novel Prasa kurang memberi ruang bagi para karakter di dalamnya untuk merenung dan memahami gejolak dalam dirinya. Sisi psikis dan sisi manusiawi para tokoh belum banyak digali. Jika kedua hal tersebut dieksplorasi maka pembaca akan lebih masuk ke dalam cerita.Â
Masukan lainnya yaitu tokoh utama dalam novel Prasa adalah perempuan. Namun, vibe dalam Prasa itu belum terasa perempuan, dialognya masih seperti laki-laki. Mungkin hal ini dikarenakan penulisnya yang memang pria, kelakar narsum.
Tentang Kelir alias Layar atau Panggung
Sebelumnya di sesi awal juga ada pembacaan nukilan naskah Kelir. Naskah Kelir dibacakan oleh Retno Budiningsih baru dilanjutkan sesi kritik Sastra dan masukan narasumber.Â
Saat itu aku datang agak terlambat. Peserta acara bedah buku sudah ramai, kursi-kursi hampir penuh. Peserta sebagian adalah Kompasianer. Lainnya adalah pengunjung umum.Â
Kulihat ada sosok-sosok Kompasianer yang kukenal dari Pak Thamrin Dahlan, mba Muthiah, Sukma Tom, Buncha, Fenni Bungsu dan kakaknya mba Emma, Etha, mba Dian Woro, Pak Agung, Pak Rushan, Yos Mo, mba Denik, Pak Sutiono, mas Tahap, bang Horas, Topik Irawan, dan masih banyak lagi. Para Kompasianer tergantung dalam komunitas Click, Kopaja71, Pulpen, dan Cerpen Sastra yang berkolaborasi mendukung penyelenggaraan acara ini. Mereka semua nampak antusias mengikuti acara hingga berakhir.