Bu Asita memang sering bercerita tentang Banyuwangi. Kampung halamannya sendiri adalah Jember. Rupanya Banyuwangi adalah kampung halaman suami dan mertuanya.
Buku Banyuwangi "Sunrise of Java" sendiri terasa hangat dan personal. Di dalamnya pembaca bisa merasakan pengalaman dan kesan-kesan bu Asita selama liburan di Banyuwangi. Deskripsinya di beberapa tulisan mendetail, sehingga pembaca bisa merasai seolah-olah berada di sana.
Rupanya Banyuwangi punya banyak makna bagi bu Asita, terutama pada masa kecilnya. Ayah bu Asita pernah bertahun-tahun bekerja di perkebunan di Banyuwangi, sehingga ia sering mengunjungi daerah yang terkenal akan tarian Gandrung ini. Asita kecil juga pernah mencicipi bangku sekolah di Banyuwangi dan berjumpa dengan kawan-kawan yang sebagian berbahasa Madura. Ya selain bahasa Osing, bahasa Madura banyak digunakan warga Banyuwangi karena lokasinya juga masuk daerah tapal kuda.
Ada empat bagian dalam buku ini. Yang pertama tentang tujuan wisata Banyuwangi. Kedua tentang kuliner. Ketiga membahas tentang legenda Banyuwangi. Dan, yang terakhir adalah tipe dan cara ke daerah ini.
Ada banyak foto yang melengkapi penjelasan dalam buku ini. Bagian yang seru menurutku adalah tentang makanan karena ada banyak jenis makanan yang belum pernah kucobai dan membuatku tergoda untuk mencicipinya. Nasi tempong aku menyukainya, tapi aku belum berkesempatan mencicipi rujak soto. Sego cawuk dengan aneka lauk dari pepes ikan, telur cit, tahu bali, gecok teri, dan sambal serai plus kuah ikan pindang juga membuatku penasaran. Â Apa pula rujak cemplung dan rujak iris ramonan itu. Tape buntut dan kopi osing juga nampak sedap dan menarik untuk dicoba.
Selain tentang makanan yang membuat penasaran, aneka tujuan wisata juga sebagian belum pernah kukunjungi, seperti Pulau Tabuhan dan Bangsring Underwater Ekowisata. Wah sepertinya perlu dua, tiga, atau berkali-kali kunjungan untuk bisa mengeksplorasi segala hal tentang Banyuwangi.
Oh iya buku ini menurutku  sedikit lompat-lompat dan ada yang berulang. Akan lebih mengalir dan lebih maksimal pengalaman membaca apabila urutannya diubah dari legenda Banyuwangi, baru ke tujuan wisata, kuliner, budaya oleh-oleh, penginapan, dan tips menuju ke sana.
Setelah membaca sepertiga buku, aku mulai mengantuk. Kutahan-tahan dulu sambil menunggu Subuh dan matahari terbit, agar aku bisa merasakan suasana matahari terbit seperti di Banyuwangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H